Sunday, May 13, 2007

MENGANTISIPASI PERUBAHAN, MEMBERANTAS PENYAKIT 3 D


Disampaikan oleh ; Tjukria P. Tawaf, Managing Director & Partner Prima Consulting Group

Kalau dalam pelaksanaan kerja kita menemukan hal yang merupakan penyimpangan dan mengandung problem potensial. Pada saat itu kita merekomendasikan untuk perbaikan pada manajemen atau petugas, tak jarang kita mendapat jawaban "Dari Dulu Dulu-nya sudah begini Pak, dan tidak pernah apa-apa !" Jawaban seperti ini sudah sangat klasik, dan ada sementara kita menyebut "Penyakit 3 D" alias penyakit "Dari Dulu-Dulunya". Penyakit 3D, penyakit enggan berubah, apatis, pro status quo
Perubahan dari satu keadaan yang kurang baik menjadi yang lebih baik, menjadi tuntutan yang pasti di situasi bisnis dan perekonomian yang menuntut adanya perbaikan. Penyakit 3D konotasinya pro status quo. Enak diam, tak mersepons apapun pokoknya... mapan, nampaknya perlu dikikis.
Dunia perbankan dan dunia bisnis saat ini menghadapi situasi yang mau tak mau menuntut untuk selalu siap mengantisipasi keadaan yang selalu berubah secara cepat. Namun kita juga melihat banyak yang gagal atau tidak sukses mengantisipasinya. Implikasinya tentu pada banyak hal yang terjadi didalam dan diluar perusahaan tersebut. Kesuksesan mengantisipasi perubahan merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi bangsa dan negri ini.
Mengapa usul untuk suatu perubahan menimbulkan resistensi atau penolakan ? Dikatakan, bahwa pada hakekatnya perubahan tidak selalu menimbulkan penolakan atau resistensi.

Menurut Price Pritchett, pakar Change Management dari Pritchett & Associates Inc., hal terpenting yang akan kita hadapi dalam mengelola perubahan akan mengikuti rumus 20-50-30. Artinya, paling sedikit terdapat 20% anggota organisasi Anda akan mendukung perubahan, 50% memilih "wait and see", sedangkan 30% akan menentang, bahkan berusaha menggagalkannya. Itu berarti hanya ada 20% yang siap bersama-sama Anda melakukan perubahan dan perlu usaha yang besar untuk menarik 80% lainnya, termasuk 30% yang "mbalelo".

Resistensi sendiri hanya akan timbul jika ada persepsi dan pengertian yang dirasakan membahayakan tingkat keamanan orang yang terlibat dalam kegiatan itu. Misalnya kerap terjadi perlawanan atau penolakan atas perubahan dalam bidang keorganisasian karena perubahan struktur organiasasi atau lebih-lebih dalam hal misalnya perubahan dalam pemberian balas jasa (uang).
Nah, dalam suasana reformasi, yang pada hakikatnya adalah menuntut adanya perubahan, pembaharuan untuk menuju kepada yang lebih baik lagi, maka masalah ini kembali menjadi relevan untuk kita kaji kembali.
Beberapa aspek yang memungkinkan timbulnya perlawanan karena adanya perubahan ini, misalnya :

ASPEK ANCAMAN : Orang akan meninjau dirinya dari sudut ekonomis atau dari sudut kesulitan yang akan dialami. (mengapa tidak statis saja ? kan lebih mudah baginya ?). Kita bisa membayangkan bagaimana ketika suatu bank yang akan melakukan merger, masalah utama yang muncul dari benak para karyawan adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja, ini merupakan ancaman yang nyata yang ada didepan matanya. Menganggur merupakan ancaman yang paling serius yang dihadapinya. Karenanya antisipasi terhadap aspek ancaman adalah manajemen memberikan peluang-peluang agar bagi yang terkena pemutusan hubungan kerja dapat memperoleh lapangan kerja baru yang setidak-tidaknya mampu mengisi kekosongan pekerjaannya.

ASPEK KETIDAK PASTIAN : Setiap perubahan pasti mengandung risiko.dan orang dengan nalurinya selalu berusaha melihat kedepan sehingga perubahan diasosiasikan dengan pertanyaan apa yang akan terjadi (karena yang bersangkutan belum memiliki pengalaman?, bagaimana harus bertindak dalam situasi yang baru?) Jelas bahwa kondisi yang tidak pasti merupakan hambatan terbesar untuk berubah. Adanya kekuatiran akan hal yang belum pasti di masa depan. Kebanyakan orang takut terhadap masalah yang belum mereka ketahui dan tidak memiliki kepastian. Karena itu perlu disampaikan kepada karyawan tentang dampak yang akan terjadi dan manfaat yang akan diperoleh apabila dilakukan perubahan. Karyawan juga perlu diberi gambaran mengenai akibat yang akan terjadi seandainya tidak dilakukan perubahan

ASPEK SIMBOL DAN PENGARUHNYA DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL : Hal ini terutama karena orang, telah memiliki kerangka persepsi tertentu, dimana perubahan selalu dihubungkan dengan adanya bahaya untuk status sesuatu termasuk dalam hubungan interpersonal. Apabila suatu jabatan terpaksa dihilangkan dalam suatu struktur organisasi, maka akibat yang nyata adalah pejabat yang duduk disitu jelas akan kehilangan jabatannya. Hal ini menjadikan resistensi bagi orang itu. Bayangkan, bertahun-tahun status orang itu mempunyai jabatan yang juga menjadi simbul dirinya baik di kantor, di rumah ataupun di masyarakat, yang kemudian harus dilepaskan.

ASPEK KEENGGANAN : Orang enggan karena harus merubah sikap dan tingkah laku atas situasi yang baru. Bisa jadi situasi baru dapat diinterprestasikan sebagai seolah-olah mengurangi otonomi dan kepercayaan yang pernah dimilikinya. Perubahan yang tidak ekstrem saja sudah menimbulkan keengganan, apalagi perubahan yang ekstrem. Orang banyak terpaku pada kebiasaan dan berpendapat bahwa hidup lebih mudah bila tidak terjadi perubahan . Mengatasi hal ini perlu dibangun sikap dan pikiran yang terbuka, sehingga kita bisa membangun pemecahan masalah.

ASPEK DARI SISTEM : Setiap perubahan pada suatu bagian akan bisa jadi mempengaruhi bagian lain. Perubahan tersebut jelas dapat mengganggu norma-norma yang sudah berlaku secara mantap. Perubahan berarti harus melakukan suatu negoisasi untuk bisa menstabilkan kembali norma-norma tersebut. Ini memang suatu hal yang selalu dihadapi, sehingga pada awal perubahan, hubungan inter personal perlu ditata kembali dengan baik.

ASPEK PERENCANAAN YANG BURUK. Banyak inisiatif perubahan dilakukan secara sporadis dan tidak terencana dengan baik. Umumnya perusahaan melakukan beberapa inisiatif perubahan sekaligus tanpa adanya hubungan satu dengan lainnya. Perubahan proses kerja misalnya, tidak diikuti dengan perubahan uraian pekerjaan dan arus informasi. Akibatnya proses baru tidak didukung karyawan karena memang mereka tidak dilatih untuk melakukan proses baru, bahkan tidak diberitahu adanya proses baru tersebut. Perusahaan yang baik akan melatih karyawannya untuk siap menerima perubahan dan mampu menjalankan perubahan

ASPEK LEMAHNYA KEPEMIMPINAN DAN SPONSORSHIP. Dalam bukunya "The Challenge of Organizational Change", Rosabeth Moss Kanter membagi para pelaku perubahan dalam tiga peran: Pelopor Perubahan (Change Strategist), Pelaksana Perubahan (Change Implementor), dan Penerima Perubahan (Change Recipient). Pelopor Perubahan atau sponsor, umumnya pimpinan organisasi, pihak yang berinisiatif untuk melakukan perubahan, konseptor yang berpengalaman dan memahami praktek bisnis organisasinya. Pelaksana Perubahan umumnya middle manager yang bertindak sebagai agen perubahan. Sedangkan Penerima Perubahan, bagian terbesar dari organisasi, adalah pihak yang paling terkena dampak perubahan. Seorang pimpinan perusahaan gagal memerankan posisinya sebagai sponsor ketika ia tidak dapat menjelaskan kepada karyawannya, mengapa dilakukan perubahan, untuk apa, kemana arah perubahan dan bagaimana cara untuk mencapai kondisi yang lebih baik.

Mungkin aspek-aspek itu bisa dikaji lagi menjadi lebih luas, namun dari aspek-aspek yang saya kemukakan diatas nampak bahwa ternyata bukan suatu hal yang mudah bagi Kita untuk meyakinkan orang bahwa perlu adanya perubahan, apalagi untuk melaksanakan perubahan itu sendiri menjadi lebih berat lagi.
Karena itu perlulah usaha untuk memperkenalkan perubahan dan menghadapi timbulnya perlawanan.

Pertama-tama perlu ditempuh usaha memperkecil timbulnya perlawanan dari pihak-pihak tertentu. Beberapa metode yang bisa Kita lakukan adalah dengan melakukan :

• MENUNJUKKAN INSENTIF EKONOMI ; Disini kita bisa menunjukkan manfaat jangka panjang beberapa peningkatan ekonomi masyarakat yang terlibat atau kalau dalam satu perusahaan tentu dari karyawan, masyarakat, ataupun lingkungan luas sebagai akibat dari perubahan yang kita usulkan itu.

• KOMUNIKASI DUA ARAH ; Ini hal penting sekali karena akan memberikan dasar kerangka berfikir dan presepsi yang sama pada semua pihak. Perubahan sangat perlu dikomunikasikan pada semua level manajemen sesuai porsinya, sehingga semua pihak memahami benar apa maslah dan apa manfaatnya. Persepsi yang berbeda dari masing-masing karyawan yang terlibat pada perubahan akan sangat mengganggu suksesnya pelaksanaan perubahan itu.

• KEPUTUSAN BERSAMA ; Kita perlu memberikan kesempatan untuk mencairkan sikap menolak dan menciptakan commitment. Sehingga keputusan perubahan itu bukan hanya datang dari kita saja, namun pada akhirnya merupakan keputusan bersama. Menggalang suatu keputusan bersama memang bukan perkara yang sederhana. Namun hal ini harus dikerjakan. Commitment merupakan modal awal dari kesuksesan, karenanya rembukan berbagai pihak buat melakukan hal ini perlu dilakukan dengan intens dan kerap. Bentuk perencanaan, analisis, desain dan bagaimana mengimplementasikan serta mengevalausi perubahan tersebut haruslah menjadi hal-hal yang memang diputuskan secara bersama.

• NEGOSIASI ; Sebenarnya kita mengharapkan dapat terciptanya proses penyelesaian perbedaan pendapat dengan cara bersama. Namun, bisa pula terjadi kompromi untuk hal-hal tertentu dalam hal pembaharuan ini. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisinya”, programnya ataupun ide-idenya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya. Tetaplah berpegang pada sasaran dan sebaiknya diusahakan hubungan tidak tegang. Lebih baik diciptakan situasi agak longgar, tetapi nantinya tidak menyesal. Usahakan mendapat hasil yang positif dalam setiap proses, walaupun mungkin belum tentu dapat mencapai apa yang diharapkan.

• MELALUI PILOT PROJECT ; Hal ini bertujuan untuk menunjukkan lebih dahulu manfaat yang ditarik dari perubahan dimaksud. Dengan gambaran ini diharapkan seyogyanya diperoleh motivasi untuk menerima hal tersebut. Dalam kaitan ini kita bisa pula menunjuk contoh kepada orang tersebut bagaimana yang telah terjadi di organisasi atau di unit kerja lain.
Berbagai cara lain dapat pula kita lakukan, misalnya konsultasi dengan informal kader, induksi dengan jalan mengintroduksikan sesuatu yang baru pada ''Key Personel'', biasanya pada suatu bagian tertentu dibidang operasional ada ''tokoh'' yang menjadi ikutan, tokoh inilah yang kita pengaruhi dulu. Memberikan keyakinan pada orang bahwa adanya perubahan yang baru tak akan memberikan akibat negatif.
Kalau langkah itu telah kita laksanakan, berarti kita seharusnya sudah dapat mengurangi perlawanan untuk mengintroduksir perubahan.
Langkah selanjutnya kita perlu menciptakan perhatian (attention). Dalam hubungan ini kita harus dapat menimbulkan keinginan pada suatu kebutuhan untuk perubahan tersebut.
Selanjutnya kita segera harus mendorong munculnya minat (interest) pada orang itu dan sekaligus kehendak (desire) dengan memberikan stimulus yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya.

Stimulus selalu dihubungkan dengan perubahan yang dikehendaki, sikap ini akan mendorong terciptanya tindakan. Tindakan yang dilakukan diharapkan merupakan commitment orang itu.

Memang proses ini bisa tercipta melalui berbagai cara, baik dengan pelatihan, kursus, atau dengan cara pembicaraan antara kita dengan semua pihak, termasuk di massmedia. Namun yang jelas, perlu cara pendekatan cepat dan kerap, pendekatan praktek jadi bukan teori melulu, kalaupun ada pendekatan teoritis, harus dengan latar belakang yang jelas, juga pendekatan itu dengan memakai umpan balik.
Kalau kita renungkan kembali, memang benar bahwa dalam menjawab tantangan kebutuhan dan perkembangan dunia saat ini kecepatan perubahan menjadi hal yang sangat penting. Siapa yang terlambat dalam mengantisipasikan perubahan maka dia akan tertinggal.
Karena suatu hal yang teramat penting adalah memanajemani perubahan, agar tidak salah arah. Karena pada hakikatnya dalam kehidupan kita dunia ini, semuanya selalu berubah dan tidak ada yang abadi. Dan yang tetap hanya satu yakni, perubahan itu sendiri.

CK Prahalad dalam salah satu artikelnya mengatakan, "Lihatlah kembali 100 perusahaan terbaik dalam Fortune 100 sepanjang lima puluh tahun terakhir, berapa perusahaan yang tidak muncul lagi dalam daftar dan berapa yang masih terus terpampang. Mereka yang berhasil adalah perusahaan yang terus menerus melakukan inovasi, menemukan cara baru menjalankan bisnisnya, mengubah cara berkompetisi, mempelopori produk baru, membangun kompetensi inti baru, menciptakan pasar baru, dan menetapkan standar baru. Mereka mampu mengendalikan masa depannya dengan cara mengelola perubahan dengan baik".


Bahan Bacaan ;
1. Succeeding As A Self – Managed Team, Richard Y. Chang & Mark J Curtin
2. Manajemen Perubahan - PPM
3. Manajemen Perubahan - Benyamin Ruslan Naba
4. Lain-lain.

No comments: