Friday, November 21, 2008

WORKSHOP KECURANGAN & POTENSI KECURANGAN DIMASA KRISIS FINANSIAL GLOBAL


WORKSHOP
KECURANGAN & POTENSI KECURANGAN DIMASA KRISIS FINANSIAL GLOBAL
FRAUD AUDITING IN THE FINANCIAL ACTIVITIES AND FINANCIAL INSTITUTION



Latar Belakang

Hampir 95 persen ekonom Amerika Serikat mengatakan bahwa perekonomian AS saat ini sudah resmi berada dalam resesi yang akan berlanjut hingga tahun 2009. Demikian pernyataan para ekonom anggota National Association for Business Economics, sebagaimana diberitakan MarketWarch, Senin (17/11). Menteri Perekonomian Jepang Kaoru Yosano memperingatkan, kemungkinan akan terjadi keadaan yang lebih buruk pada masa yang akan datang. ”Kecenderungan penurunan ekonomi akan terus berlangsung karena pertumbuhan global juga melemah,” ujarnya.
Sejumlah korporasi bertumbangan seiring dengan terjadinya resesi. Robert Lind, ekonom dari Royal Bank of Scotland (Inggris), yang juga mengalami dampak krisis, mengatakan, resesi sudah memukul secara nyata. ”Sejak industri perbankan AS ambruk pada September, problem di sektor keuangan meluas dan mulai terasa di sektor industri. Eropa dan Asia juga langsung merasakan dampaknya,” kata Lind seraya menambahkan, hal itu terjadi karena kucuran kredit seret.
Kemacetan aliran kredit perbankan telah mengeringkan sumber modal yang diperlukan untuk menggerakkan perekonomian. Kini korporasi bangkrut tidak saja muncul di Eropa dan AS, tetapi juga di China. Maskapai penerbangan China, China Eastern Airlines dan China Southern Airlines, juga terpaksa disuntikkan modal oleh pemerintah.
Pengaruh dari kondisi ini mulai juga terjadi pada perekonomian Indonesia. Masalah likuiditas yang semakin ketat, gejala kenaikan Non Performing Loan (NPL) merupakan suatu hal yang didepan mata. Kondisi ini menempatkan perusahaan, lembaga keuangan maupun bank dalam posisi yang tertekan, termasuk manajemennya. Hal ini sangat bisa memunculkan terjadi fraud.
Menurut Dr. Donald R. Cressey yang terkenal dengan teori ‘fraud triangle‘, seseorang melakukan fraud (kecurangan) karena :
1. mengalami tekanan secara sosial atau finansial
2. adanya kesempatan untuk melakukan fraud tanpa takut ketahuan
3. adanya rasionalisasi atau justifikasi untuk melakukan fraud
Kondisi kesulitan finansial yang mengglobal, sangat menekan perusahan, bankir maupun pelaku bisnis. Hal ini sangat membuka kemungkinan terjadinya fraud, termasuk dilingkungan kita bekerja.

Beberapa cara untuk mengatasi tekanan situasional yang dapat mengarah kepada terjadinya fraud antara lain :
Tidak membuat target keuangan yang sangat sulit tercapai , membuat kebijakan dan prosedur akuntansi yang jelas tanpa adanya klausul pengecualian, menghilangkan kendala operasional yang berdampak pada efektivitas kinerja keuangan, seperti batasan working capital, volume produksi yang berlebihan, atau kendala-kendala inventori

Berbagai peraturan dari pihak pemerintah maupun bank sentral kita telah dibuat untuk melindungi dari berbagai kesulitan yang mungkin terjadi karena adanya fraud atau kecurangan ini, menjadi jelaslah bahwa para personil harus terus-menerus waspada untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan di perusahaan, bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Workshop ini akan membahas tantangan-tantangan dan solusi-solusi yang terkait dengan kecurangan keuangan dan lembaga-lembaga keuangan. Akan dibahas dengan solusi-solusi anti kecurangan yang terkait dan dapat diterapkan. Selain itu, pelatihan ini juga akan membahas kontrol-kontrol apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman terhadap pencurian data dan identitas atau kecurangan lainnya.

Peserta

• Direksi, Anggota Komisaris dan para manajer maupun bussiness owner yang aware terhadap upaya pencegahan terjadinya kecurangan.
• Auditor Internal yang ingin mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dalam mendeteksi, mencegah, dan menginvestigasi kecurangan (fraud)
• Risk Management Officer, Compliance Officer
• Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Legal Officer

Pokok Bahasan
1.
Mengenali kecurangan dan potensi kecurangan dimasa krisis finansial global.
2. Mengidentifikasi kecurangan keuangan dalam operasional perbankan dan lembaga keuangan dalam krisis keuangan global :
a. Kecurangan dalam perkreditan
b. Kecurangan dalam kegiatan operasional : Kas, Cek dll
c. Kecurangan dalam Kliring/ Transfer
d. Kecurangan dalam Akunting
e. Praktik-praktik terbaik dalam mengaplikasikan anti money laundring dan
Knows Your Costumers
3. Kecurangan keuangan dalam transaksi internasional
4. Internal Control dan pencegahan kecurangan dari transaksi-transaksi keuangan.
5. Skema kecurangan keuangan dan teknik-teknik audit investigatifnya



Waktu Pelaksanaan


Rencana penyelenggaraan Workshop tersebut adalah sebagai berikut :
Hari : Kamis & Jumat
Tanggal : 18 & 19 Desember 2008
Pukul : 08.30 – selesai
Tempat : Hotel Millennium Sirih
Jl. Fachrudin No. 3, Jakarta Pusat


Jadwal


Kamis, 18 Desember’08

08.30 – 08.45 Register Peserta
08.45 – 09.00 Pembukaan Oleh Chairman Prima Consulting
Sesi 1
09.00 – 11.00 Mengenali kecurangan dan potensi kecurangan dimasa krisis finansial global.
Prof. DR. Bambang Triadji
• Guru Besar Univ. Brawijaya
• Wk Ketua BPK 1999 - 2005
11.00 – 11.15 Coffee Break
Sesi 2
11.15 – 13.15 Mengidentifikasi kecurangan keuangan dalam operasional perbankan dan lembaga keuangan dalam krisis keuangan global. Bank Indonesia
13.15 – 14.15 Lunch
Sesi 3
14.15 – 16.15 Kecurangan Keuangan dalam Transaksi Internasional Dalam Masa Krisis Finansial Global Drs. HM.Syarif Arbi, MM
International Trade Audit Specialist

16.15 – 16.30 Coffee Break

Jumat, 19 Desember’08

Sesi 1
08.30 – 10.00 Internal Control dan pencegahan kecurangan dari transaksi-transaksi keuangan Khairiansyah Salman,SE
Investigative Audit Specialist

10.00 – 10.15 Coffee Break
Sesi 2
10.15 – 11.45 Skema kecurangan keuangan dan teknik-teknik audit investigatifnya Khairiansyah Salman,SE
Investigative Audit Specialist

11.45 – 13.15 Lunch & Sholat Jumat
Sesi 3
13.15 – 14.45 Skema kecurangan keuangan dan teknik-teknik audit investigatifnya.......Lanjutan
Khairiansyah Salman,SE
Investigative Audit Specialist
14.45 Penutupan & Coffee Break


SYARAT RESERVASI


Segala informasi tentang Workshop dapat melalui :
Sdri. Rahma Hp.No: 08159927946 atau Sdri.Upik, Hp.No: 087887129954

Wednesday, November 12, 2008

ASPEK HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DALAM KEGIATAN AUDIT INTERN BANK



ASPEK HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
DALAM KEGIATAN AUDIT INTERN BANK


Oleh Tjukria P. Tawaf
Managing Director & Partner Prima Consuling


Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.
Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit intern.

Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka.
Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.




Posisi semacam itulah yang menuntut adanya perhatian dan kondisi tertentu dari aspek hubungan antar manusia. Perlu dicatat bahwa pokok-pokok dalam tulisan ini tidak mutlak, tetapi memerlukan adanya modifikasi dalam penerapannya.
Secara garis besar tentunya hal-hal ini dapat dipakai sebagai kerangka dalam melaksanakan tugas.

Menurut Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) organisasi bank dalam kaitan adanya Satuan Kerja Audit Intern Bank adalah sebagai berikut :
Audit Intern merupakan fungsi staf. Dengan kata lain dia tidak melakukan fungsi eksekutif dalam kegiatannya. Tugas dan ruang lingkupnya adalah :

 Menilai (appraisal)
 Analisis, dan
 Membuat laporan atas hasil kegiatan tersebut

Pusat kegiatan yang dikerjakannya lebih berorientasi pada kebijakan dan metode kegiatan operasional yang berlaku.


Struktur organisasinya mencerminkan hubungan komunikasi pengawasan yang luas antara auditor intern bank dengan Dewan Komisaris dan juga Direktur Kepatuhan (Compliance Director). Seperti diketahui sesuai dengan PBI No. 1/6/PBI/99 tanggal 20 September 1999, Dalam jajaran direksi diwajibkan adanya Direktur Kepatuhan. Yang mempunyai komunikasi dengan auditor intern. Direktur Kepatuhan ini tugas utamanya adalah memastikan bahwa bank telah melaksanakan segenap peraturan yang berlaku, terutama tentunya melaksanakan prinsip kehati-hatian.

Tugas tersebut diharapkan memberikan hasil dalam bentuk perbaikan dari apa yang sudah ada.
Pengolahan hasil penelitiannya lebih berorientasi pada akibat di masa yang akan datang atas setiap macam keputusan yang diambil pimpinannya (top management).

Dengan demikian masalah peningkatan efesiensi yang mengarah pada perbaikan produktivitas kegiatan atau penerapan suatu sistem harus merupakan pusat perhatiannya.

Untuk mencapai hasil tersebut digunakan suatu prosedur sesuai Internal Audit Charter, Panduan Audit Intern Bank, yang diharapkan secara konsepsual dapat memberi hasil sebagaimana mestinya. Dalam melaksanakan prosedur audit inilah, hubungan antar manusia mempunyai peranan dan pengaruhnya.

HUBUNGAN ANTARA INTERNAL AUDITOR DENGAN AUDITEE-NYA.

Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Jadi tak perlu didramatisir seperti hubungan antara jaksa dengan terdakwa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian dengan bagian lainnya di bank.
Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam SPFAIB adalah menciptakan bank yang sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor (SKAI) adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :

• Teknis operasional bank.
• Teknis operasional bank auditing (SPFAIB)
• Hubungan antar manusia yang efektif.

Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.
Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang bermakna

2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan.

Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan.

Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern.

Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh.

Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

APA YANG DIPERANKAN DALAM TUGASNYA.

Tugas pokok sebagai internal auditor harus dilaksanakan secara profesional, menurut standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Tetapi hal tersebut memerlukan proses interaksi dalam pelaksanaanya. Ada beberapa peran yang dapat dibawakan oleh para internal auditor :

a. Peran sebagai “Problem Solver”

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya.
Rangkaian proses berfikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya.
Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut.
Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.

b. Peran sebagai “Conflict Resolution”

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee.
Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan. London,1981, Bab 1)
Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok.

Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :

• Menghindari
• Membekukan
• Dikonfrontasikan

Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.

Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan :
Dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian.
Dengan memakai strategi negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang.
Masing-masing langkah akan mengundang masalahnya sendiri.
Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

Untuk itu maka, seorang Auditor perlu memiliki keterampilan bernegosiasi.
Menentukan hakekat konflik : Untuk itu maka kita perlu bisa menentukan hakikat konflik dengan mendiagonosa konflik melalui negosiasi. Apakah konflik itu terjadi bersifat ideologis (nilai-nilai) atau konflik sungguh-sungguh (tangible) atau mungkin kombinasi dari keduanya.
Konflik yang mencakup nilai-nilai sulit untuk dinegosiasikan, karenanya perlu toleransi. Tetapi bila konflik menyangkut hal-hal yang jelas nerpengaruh nyata terhadap bank, terhadap auditor dan auditee maka unsur konflik itu harus diatasi.

Efektivitas dalam memulai konfrontasi. Supaya efektif, maka dalam melakukan konfrontasi atas konflik tidak dilakukan dengan menyerang atau menyalahkan auditee atau pihak lain. Suatu reaksi defensif pada salah satu pihak biasanya sangat menghambat penyelesaian perbedaan-perbedaan. Cara yang paling efektif memulai konfrontasiadalah menyatakan akibat yang nyata dari konflik tersebut.

Kemampuan untuk mendengarkan pandangan orang lain (auditee). Setelah konfrontasi dibuka, Auditor harus mampu mendengar pendapat atau pandangan auditee. Pertanyaan-pertanyaan yang menggugah timbulnya argumentasi-argumentasi harus dihindarkan. Auditor harus berusaha untuk tidak mempertahankan diri, menuntut atau bahkan mengecam.

Kemampuan menggunakan proses pemecahan persoalan untuk mencapai konsesus. Ini berarti Auditor harus mampu :
Menjelaskan persoalan, menelorkan dan menilai sejumlah cara-cara pemecahan.
Menentukan bersama (tidak dengan voting) pemecahan paling baik; harus memilih pemecahan yang paling diterima oleh auditee dan auditor.
Merencanakan implementasi pemecahan masalah.
Menilai hasil pemecahan setelah dilaksanakan untuk beberapa waktu; tahap ini sangat penting karena kemungkinan besar pemecahan yang pertama adalah tidak sempurna.

Dengan demikian strategi negosiasi dalam kegiatan internal audit, paling tepat untuk mengatasi konflik. Hal ini menuntut keterampilan sangat tinggi.Hanya dengan ini kita dapat memanfaatkan konflik untuk sesuatu yang sifatnya konstruktif.


c. Peran “interviewer”

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal auditor harus faham mengenai ;
• Konteks dari wawancara yang dilakukan
• Isi dari bahan yang ingin dicarinya
Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee.
Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti dengan penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.

d. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator.
Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program sang auditor ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal.
Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.

Tetaplah berpegang pada sasaran dan sebaiknya diusahakan hubungan tidak tegang. Lebih baik diciptakan situasi agak longgar, tetapi nantinya tidak menyesal.
Usahakan mendapat hasil yang positif dalam setiap proses, walaupun mungkin belum tentu dapat mencapai apa yang diharapkan.

Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya fihak-fihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana pentingyang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.


Berbagai peran tersebut perlu difahami karena bisa jadi dalam berhadapan dengan berbagai anggota manajemen, diperlukan langkah-langkah khusus. Perlu dicatat bahwa keberhasilan dari hubungan antar manusia ini juga ditentukan oleh peran kepribadian sang auditor sendiri.
Sifat keterbukaan, tepat waktu, tidak menjatuhkan orang dimuka umum, bertanya secara bijak dengan wawasan yang luas dan lain-lainnya juga sangan menentukan pengembangan hubungan yang ada.

Perlu dicatat juga pada akhirnya, walaupun auditor sudah berbuat sebaik mungkin dengan melaksanakan hal-hal yang disarankan atau auditor memang sudah memiliki sendiri hal-hal tersebut, namun perlu juga diingat :


• Auditor perlu mendengarkan orang lain, karena wawancara adalah seni mendengarkan orang lain. Jika itu dilakukan, jelas tidak mungkin dapat tahu apa kata akhir yang telah diucapkan oleh lawan bicara.
• Telitilah kembali hal-hal yang sudah diperoleh dan konfirmasikan oleh lawan bicara kita.


PENUTUP

Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak. Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai kedewasaan.


(Tjukria P. Tawaf, Managing Director & Partner Prima Consuling)

Benarkah Service dan Security Saling Bertolak belakang ?


Ada sementara pendapat selama ini bahwa kalau kita meningkatkan pelayanan berarti kita mengurangi faktor security alias pengamanan, faktor control dari kegiatan yang ditangani. Pendapat ini sangat banyak dianut oleh sebagian besar kita. Benarkah begitu?

Dalam praktek bisnis hal ini banyak menjadi polemik. Banyak yang mengatakan bahwa yang penting pelayanan excelent, lancar, semua puas itu berarti baik. Dalam kaitan ini maka pendapat itu mengatakan, kalau terdapat banyak kontrol dan security maka pekerjaan menjadi tidak lancar bahkan meghambat pelayanan dan katanya pelanggan atau nasabah akan lari.
Rasanya masalah ini perlu dikaji dengan dalam dan tenang untuk memahaminya dengan baik.

Pelayanan atau service adalah motto dari bisnis abad kini. Tidak adanya atau buruknya pelayanan artinya tidak ada bisnis. Rasanya statement ini benar sekali.
Sebenarnya pelayanan atau service itu buat siapa sih...? Orang boleh berdebat tentang hal ini. Tentunya orang marketing akan bilang pelayanan buat customers alias nasabah. Buat orang yang bekerja di bidang supporting ya... yang dilayani sebagai nasabah adalah personil marketing dalam rangka kegiatannya menciptakan laba bagi perusahaan ini. Begitulah pendapat umum yang saat ini berlaku.

Secara "syari’at" pendapat itu adalah sangat benar sekali. Namun rasanya bila kita renungkan lebih dalam ternyata ada sesuatu yang lebih dalam secara "hakiki". Pada hakikatnya pelayanan yang dilakukan oleh karyawan suatu perusahaan adalah buat perusahaan-nya sendiri. Artinya buat apa dia melayani nasabah alias pelanggan dengan baik ? Tentunya dia ingin perusahaannya punya customer base yang baik yang memberi kontribusi buat penciptaan laba perusahaan dan kelangsungan hidup usahanya.
Assets perusahaan yang utama sebenarnya adalah pelanggan, nasabah dan karyawan sebagai sumber daya manusia pada perusahaan itu. Nah, dua-duanya ternyata manusia. Dengan demikian unsur manusia dan hubungan antar mereka menjadi sangat penting. Dalam kaitan ini maka ukuran kepuasan pelanggan menjadi satu kebutuhan yang pasti.
Bahwa kepuasan pelanggan harus didasari memberi kontribusi pada perusahaannya. Bukan kepuasan nasabah yang merugikan perusahaan.

Lebih dalam lagi, perusahaan hanya memberi pelayanan terbaik pada pelanggannya, nasabahnya, sepanjang memberi kontribusi positif bagi perusahaannya. Untuk mengamankan tujuan ini maka pelaksanaan transaksi dan kegiatan perusahaan juga mengacu pada aturan main, sistem dan prosedur, pedoman kerja yang dirancang untuk melindungi kepentingan perusahaan. Karenanya kepatuhan pada hal-hal itu merupakan patokan utama.

Perancangan sistem dan prosedur serta Pedoman Kerja perusahaan akan selalu memperhatikan aspek-aspek internal control alias pengendalian intern pada transaksi atau kegiatan itu. Beberapa aspeknya kita telah ketahui semuannya misalnya; Keharusan adanya manusia yang kompeten dan dapat dipercaya di unit-unit kerja dimana transaksi itu berlangsung.

Keharusan adanya pemisahan tugas dalam transaksi perusahaan yang dikelola, artinya tidak ada transaksi yang ditangani dari awal sampai akhir oleh satu orang. Lebih jelas lagi bahwa harus ada pemisahan atas dasar fungsi antara petugas yang pelaksana transaksi, pencatat dan penyimpan.

Keharusan adanya prosedur otorisasi transaksi yang wajar. Artinya ada pendelegasian wewenang dan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang dibuat manajemen.
Keharusan adanya dokumentasi dan catatan yang cukup atas kegiatan dan transaksi yang dikelolanya. Dokumentasi dan pengadministrasian perlu dilakukan dengan tertib dan bersesuaian antara dokumentasinya dengan catatan atau adminstrasinya. Keharusan catatan itu dilakukan pemeriksaan secara fisik untuk selalu dicocokan. Artinya catatan itu harus diyakinkan keakuratannya dibanding dengan fisiknya. Contohnya uang tunai di teller bank tiap hari selalu di cash count untuk dibandingkan dengan adminstrasinya. Kegiatan ini juga seharusnya terjadi pada bidang kegiatan bank semuanya. Hanya masalah frekuensi pemeriksaaannya tentu bergantung pada tingkat likuidnya transaksi itu. Makin likuid asset bank tersebut makin sering dilakukan pencocokannya. Makin kurang likuid tentu makin jarang dilakukan .pencocokannya.
Namun secara prinsip pencocokan itu harus selalu dilaksanakan. Bagian akhir untuk meyakinkan berfungsinya control itu adalah adanya audit yang independen untuk meyakinkan apakah control alias pengendalian di unit kerja itu jalan atau tidak.
Konsepsi ini sangat jelas. Artinya dalam kegiatan perusahaan, bisnis, fokus bahasan yang utama adalah melihat aspek risiko yan meningkatkan sistem control dan security-nya.

Sebagai contoh konkrit di dunia perbankan adalah, kalau kita ingin melayani nasabah dengan satu produk bank yang canggih seperti ATM atau Phone Banking, maka artinya kita harus membangun dengan baik sistem security, control dan auditnya untuk produk itu secara baik pula dalam teknologi operasi yang dikembangkan tersebut. Makanya kita kenal PIN, Password dsb. Begitu juga di dunia penerbangan, bila kita menggunakan pesawat IPTN dibanding dengan pesawat Boeing 747-400 tentu sistem securitynya berbeda, padahal tingkat kenyamanan bagi penumpang juga berbeda.
Nah, dengan alat "pelaksanaan internal control" yang baik yang dicerminkan dalam pelaksanaan sistem dan prosedur yang baik pula maka diharapkan pelayanan pada pelanggan, konsumen, nasabah berlangsung excelent dan kita semua puas, dengan kenyamanan dan keamanan yang memadai..
Jadi pendapat bahwa ada pertentangan antara Service dan Security, yaitu kalau kita tingkatkan service berarti security-nya berkurang, perlulah dikikis habis. Yang pas adalah setiap kali kita mau meningkatkan service, maka pada saat yang bersamaan kita tingkatkan security-nya, jadi selalu seiring sejalan.
Begitu ......