http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+Moneter/TKM_0113.htm
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 10
Januari 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%.
Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran
inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Evaluasi menyeluruh
terhadap kinerja tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 menunjukkan
perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap
terkendali dan rendah. Kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai
kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga
stabilitas makro dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah
perlambatan ekonomi dunia. Fokus kebijakan Bank Indonesia saat ini
diarahkan untuk mengelola keseimbangan eksternal dan stabilitas nilai
tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Ke depan, Bank Indonesia
juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta
mempererat koordinasi dengan Pemerintah untuk mengelola permintaan
domestik agar sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal,
mencapai sasaran inflasi, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Hal ini utamanya disebabkan oleh ekonomi
Eropa yang masih mengalami kontraksi akibat krisis utang. Sementara itu,
ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai membaik meskipun masih rentan dan
dibayangi isu keterbatasan stimulus fiskal (fiscal cliff). Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang mulai melambat,
khususnya China dan India yang merupakan mitra dagang Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga diikuti dengan harga
komoditas yang turun cukup tajam. Sejalan dengan itu, respons kebijakan
negara-negara maju cenderung akomodatif. Ke depan, perekonomian dunia
diprakirakan akan tumbuh lebih baik dan harga komoditas dunia juga akan
mengalami kenaikan.
Perekonomian Indonesia pada 2012 tumbuh cukup tinggi
sebesar 6,3% dan diprakirakan akan meningkat pada 2013 dan 2014. Daya
tahan perekonomian selama ini didukung oleh stabilitas makro dan sistem
keuangan yang terjaga sehingga mampu memperkuat basis permintaan
domestik. Kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat
mampu menahan dampak turunnya pertumbuhan ekspor terutama mulai paruh
kedua 2012. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang
oleh kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran, serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Dari sisi kawasan,
kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah semakin berkurang,
tercermin dari kontribusi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) yang semakin baik. Pada tahun 2013-2014, perekonomian Indonesia
diprakirakan dapat mencapai kisaran masing-masing 6,3% - 6,8% dan 6,7% -
7,2%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi yang terus meningkat
dan investasi yang tetap kuat, sementara ekspor diprakirakan akan
membaik.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun
2012 masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan defisit
transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra
dagang dan merosotnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya
kinerja ekspor. Di sisi lain, impor masih tumbuh cukup tinggi, terutama
dalam bentuk barang modal dan bahan baku, sejalan dengan meningkatnya
kegiatan investasi. Tingginya impor juga tercatat pada komoditas migas
akibat melonjaknya konsumsi BBM, sehingga berdampak pada defisit neraca
migas yang terus meningkat dan menambah tekanan pada defisit transaksi
berjalan. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan
surplus yang cukup besar terutama didukung oleh investasi langsung
(PMA) dan arus masuk modal portofolio, baik dalam pasar saham maupun
pasar obligasi, yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir
Desember 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Ke depan, Bank
Indonesia tetap mewaspadai perkembangan defisit transaksi berjalan dan
akan terus mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah agar
defisit tersebut menurun ke tingkat yang sustainable sehingga
keseimbangan eksternal tetap terjaga.
Nilai tukar Rupiah pada 2012 mengalami depresiasi
dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara point-to-point
melemah 5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp9.638 per dolar AS.
Tekanan depresiasi terutama terjadi pada triwulan II dan III tahun 2012
terkait dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di
kawasan Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portfolio asing
ke Indonesia. Dari sisi domestik, tekanan Rupiah berasal dari tingginya
permintaan valas untuk keperluan impor di tengah perlambatan kinerja
ekspor. Nilai tukar Rupiah kembali bergerak stabil pada triwulan IV-2012
seiring dengan peningkatan arus masuk modal asing yang cukup besar,
baik dalam bentuk arus masuk modal portofolio maupun investasi langsung.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian.
Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada
level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar
4,5%±1%. Terkendalinya inflasi tersebut sebagai hasil dari berbagai
kebijakan Bank Indonesia dan didukung oleh semakin baiknya koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Inflasi
2012 mencapai 4,30% (yoy) terutama didorong oleh inflasi inti yang
stabil, inflasi volatile food yang terkendali dan inflasi administered
prices yang rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan
strategi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan
inflasi dari sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi
inflasi tetap terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung
oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan
Pemerintah melalui forum TPI dan TPID, terutama pada upaya peningkatan
produksi, kelancaran distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis.
Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam
kisaran sasaran 4,5% ± 1% pada tahun 2013 dan tahun 2014.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi
perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang
solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital
Adequacy Ratio) yang mencapai 17,4% dan rendahnya rasio kredit
bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross sekitar 2% pada November
2012. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir November 2012
mencapai 22,3% (yoy), dan diperkirakan mencapai sekitar 23% pada akhir
tahun 2012. Sejalan dengan meningkatnya investasi, kredit investasi
tumbuh cukup tinggi, sebesar 29,8% (yoy) dan kredit modal kerja tumbuh
26,1% (yoy) sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
perekonomian nasional. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 12,1% (yoy)
antara lain terkait dengan penerapan kebijakan pengaturan besaran rasio
LTV (loan to value) dan minimum uang muka, untuk menjaga pertumbuhan
kredit yang sehat di sektor konsumtif. Sejalan dengan prospek
perekonomian mendatang, stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga
dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat.
Ke depan, kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan
untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk
menjaga keseimbangan eksternal. Bank Indonesia akan terus memperkuat
bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan. Pertama, kebijakan suku
bunga akan ditempuh secara konsisten dengan prakiraan inflasi ke depan
agar tetap terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua,
kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan Rupiah
sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial
diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung
terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal. Keempat, penguatan
strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi.
Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam
mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur
perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons
sisi penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK).
No comments:
Post a Comment