Sunday, May 26, 2013

Benarkah Service dan Security dalam Transaksi Bank itu Saling Bertolak Belakang ?


Ada sementara pendapat selama ini bahwa kalau kita meningkatkan pelayanan berarti kita mengurangi faktor security, faktor control dari transaksi atau kegiatan yang ditangani.  Pendapat ini sangat banyak dianut oleh sebagian besar kita. Benarkah begitu?

Dalam praktek perbankan hal ini banyak menjadi polemik. Banyak yang mengatakan bahwa yang penting pelayanan excelent, lancar, semua puas itu berarti baik. Dalam kaitan ini maka pendapat itu mengatakan, kalau terdapat banyak kontrol dan security maka pekerjaan menjadi tidak lancar bahkan menghambat pelayanan dan katanya nasabah akan lari.  Rasanya masalah ini perlu dikaji dengan dalam dan tenang untuk memahaminya dengan baik.

Pelayanan atau service adalah motto dari bisnis abad kini. Tidak adanya atau buruknya  pelayanan artinya tidak ada bisnis. Statement ini benar sekali.  Tapi sebenarnya pelayanan atau service itu buat siapa sih...? Orang boleh berdebat tentang hal ini. Tentunya orang marketing akan bilang pelayanan buat customers alias nasabah. Buat orang yang bekerja di bidang supporting ya... yang dilayani sebagai nasabah adalah personil marketing dalam rangka kegiatannya menciptakan laba bagi bank ini.  Begitulah pendapat umum yang saat ini berlaku.
Secara syari’at  pendapat itu adalah sangat benar sekali. Namun  bila kita renungkan lebih dalam ternyata ada  sesuatu yang lebih dalam secara hakikat. Pada hakikatnya pelayanan yang dilakukan oleh petugas bank adalah buat bank-nya sendiri. Artinya buat apa dia melayani nasabah dengan baik ? Tentunya dia ingin banknya punya customer  base yang baik yang memberi kontribusi buat penciptaan laba banknya, buat kesehatan banknya. Artinya setiap pekerjaan yang baik akan memeberi kontribusi pada banknya, yang pada akhirnya banknya yang baik tentu membawa kesejahteraan bagi karyawannya juga, disamping pada pemilik, masyarakat dan pemerintah.
Assets bank yang utama sebenarnya adalah nasabah dan sumber daya manusia bank itu. Nah, dua-duanya ternyata manusia. Dengan demikian unsur manusia dan hubungan antar mereka menjadi sangat penting. Dalam kaitan ini maka ukuran kepuasan pelanggan menjadi satu kebutuhan yang pasti.
Bahwa kepuasan nasabah harus didasari memberi kontribusi pada banknya. Bukan kepuasan nasabah yang merugikan bank. Lebih dalam lagi, bank hanya memberi pelayanan terbaik pada nasabahnya sepanjang memberi kontribusi positif bagi banknya.
Sebagai contoh, bank tentunya tak akan memberikan suku bunga deposito  melewati perhitungan cost money-nya pada seorang nasabah walaupun dia membawa uang Rp. 20 Milyar,  dengan alasan demi service sekalipun.

Untuk mengamankan tujuan ini maka pelaksanaan transaksi dan kegiatan bank juga mengacu pada aturan main, sistem dan prosedur, pedoman kerja yang dirancang untuk melindungi kepentingan bank. Karenanya kepatuhan pada hal-hal itu merupakan patokan utama.  Perancangan sistem dan prosedur serta Pedoman Kerja bank akan selalu memperhatikan aspek-aspek internal control alias pengendalian intern pada transaksi atau kegiatan itu. Beberapa aspeknya telah kita ketahui semuannya misalnya; Keharusan adanya manusia yang kompeten dan dapat dipercaya di unit-unit kerja dimana transaksi itu berlangsung. Keharusan adanya pemisahan tugas dalam transaksi bank yang dikelola, artinya tidak ada transaksi yang ditangani dari awal sampai akhir oleh satu orang. Lebih jelas lagi bahwa harus ada pemisahan atas dasar fungsi antara petugas yang pelaksana transaksi, pencatat dan penyimpan. Keharusan adanya prosedur otorisasi transaksi yang wajar. Artinya ada pendelegasian wewenang dan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang dibuat manajemen.
Keharusan adanya dokumentasi dan catatan yang cukup atas kegiatan dan transaksi yang dikelolanya. Dokumentasi dan pengadministrasian perlu dilakukan dengan tertib dan berkesesuaian antara dokumentasinya dengan catatan atau adminstrasinya. Keharusan catatan itu dilakukan pemeriksaan secara  fisik untuk selalu dicocokkan. Artinya catatan itu harus diyakinkan keakuratannya dibanding dengan fisiknya. Contohnya uang tunai di teller tiap hari selalu di cash count untuk dibandingkan dengan adminstrasinya. Kegiatan ini juga seharusnya terjadi pada bidang kegiatan bank semuanya. Hanya masalah frekuensi pemeriksaaannya tentu bergantung pada tingkat likuidnya transaksi itu. Makin likuid asset bank tersebut makin sering dilakukan pencocokkannya. Makin kurang likuid tentu makin jarang dilakukan pencocokkannya.  Namun secara prinsip pencocokkan itu harus selalu dilaksanakan. Bagian akhir untuk meyakinkan berfungsinya control itu adalah adanya audit yang independen untuk meyakinkan apakah control alias pengendalian di unit kerja itu jalan atau tidak.
Konsepsi ini sangat jelas. Artinya dalam kegiatan bank, fokus bahasan yang utama adalah melihat aspek risiko yang  meningkatkan sistem control dan security-nya.
Sebagai contoh konkrit di dunia perbankan adalah, kalau kita ingin melayani nasabah dengan satu produk bank yang canggih seperti ATM atau Phone Banking, maka artinya kita harus membangun dengan baik sistem security, control dan auditnya untuk produk itu.

Nah, dengan alat pelaksanaan internal control yang baik yang dicerminkan dalam pelaksanaan sistem dan prosedur yang baik pula maka diharapkan pelayanan pada nasabah berlangsung excelent dan kita semua puas. 

(TPT)

No comments: