Ada sementara pendapat selama ini bahwa kalau kita
meningkatkan pelayanan berarti kita mengurangi faktor security, faktor control
dari transaksi atau kegiatan yang ditangani.
Pendapat ini sangat banyak dianut oleh sebagian besar kita. Benarkah
begitu?
Dalam
praktek perbankan hal ini banyak menjadi polemik. Banyak yang mengatakan bahwa
yang penting pelayanan excelent, lancar, semua puas itu berarti baik. Dalam
kaitan ini maka pendapat itu mengatakan, kalau terdapat banyak kontrol dan
security maka pekerjaan menjadi tidak lancar bahkan menghambat pelayanan dan
katanya nasabah akan lari. Rasanya
masalah ini perlu dikaji dengan dalam dan tenang untuk memahaminya dengan baik.
Pelayanan
atau service adalah motto dari bisnis abad kini. Tidak adanya atau
buruknya pelayanan artinya tidak ada
bisnis. Statement ini benar sekali. Tapi
sebenarnya pelayanan atau service itu buat siapa sih...? Orang boleh berdebat
tentang hal ini. Tentunya orang marketing akan bilang pelayanan buat customers
alias nasabah. Buat orang yang bekerja di bidang supporting ya... yang dilayani
sebagai nasabah adalah personil marketing dalam rangka kegiatannya menciptakan
laba bagi bank ini. Begitulah pendapat
umum yang saat ini berlaku.
Secara
syari’at
pendapat itu adalah sangat benar sekali. Namun bila kita renungkan lebih dalam ternyata
ada sesuatu yang lebih dalam secara hakikat. Pada hakikatnya pelayanan yang
dilakukan oleh petugas bank adalah buat bank-nya sendiri. Artinya buat apa dia
melayani nasabah dengan baik ? Tentunya dia ingin banknya punya customer base yang baik yang memberi kontribusi buat
penciptaan laba banknya, buat kesehatan banknya. Artinya setiap pekerjaan yang
baik akan memeberi kontribusi pada banknya, yang pada akhirnya banknya yang
baik tentu membawa kesejahteraan bagi karyawannya juga, disamping pada pemilik,
masyarakat dan pemerintah.
Assets
bank yang utama sebenarnya adalah nasabah dan sumber daya manusia bank itu.
Nah, dua-duanya ternyata manusia. Dengan demikian unsur manusia dan hubungan
antar mereka menjadi sangat penting. Dalam kaitan ini maka ukuran kepuasan
pelanggan menjadi satu kebutuhan yang pasti.
Bahwa
kepuasan nasabah harus didasari memberi kontribusi pada banknya. Bukan kepuasan
nasabah yang merugikan bank. Lebih dalam lagi, bank hanya memberi pelayanan
terbaik pada nasabahnya sepanjang memberi kontribusi positif bagi banknya.
Sebagai
contoh, bank tentunya tak akan memberikan suku bunga deposito melewati perhitungan cost money-nya pada
seorang nasabah walaupun dia membawa uang Rp. 20 Milyar, dengan alasan demi service sekalipun.
Untuk
mengamankan tujuan ini maka pelaksanaan transaksi dan kegiatan bank juga
mengacu pada aturan main, sistem dan prosedur, pedoman kerja yang dirancang
untuk melindungi kepentingan bank. Karenanya kepatuhan pada hal-hal itu
merupakan patokan utama. Perancangan
sistem dan prosedur serta Pedoman Kerja bank akan selalu memperhatikan
aspek-aspek internal control alias pengendalian intern pada transaksi atau
kegiatan itu. Beberapa aspeknya telah kita ketahui semuannya misalnya;
Keharusan adanya manusia yang kompeten dan dapat dipercaya di unit-unit kerja
dimana transaksi itu berlangsung. Keharusan adanya pemisahan tugas dalam
transaksi bank yang dikelola, artinya tidak ada transaksi yang ditangani dari
awal sampai akhir oleh satu orang. Lebih jelas lagi bahwa harus ada pemisahan
atas dasar fungsi antara petugas yang pelaksana transaksi, pencatat dan penyimpan.
Keharusan adanya prosedur otorisasi transaksi yang wajar. Artinya ada
pendelegasian wewenang dan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang dibuat
manajemen.
Keharusan
adanya dokumentasi dan catatan yang cukup atas kegiatan dan transaksi yang dikelolanya.
Dokumentasi dan pengadministrasian perlu dilakukan dengan tertib dan
berkesesuaian antara dokumentasinya dengan catatan atau adminstrasinya.
Keharusan catatan itu dilakukan pemeriksaan secara fisik untuk selalu dicocokkan. Artinya
catatan itu harus diyakinkan keakuratannya dibanding dengan fisiknya. Contohnya
uang tunai di teller tiap hari selalu di cash
count untuk dibandingkan dengan adminstrasinya. Kegiatan ini juga
seharusnya terjadi pada bidang kegiatan bank semuanya. Hanya masalah frekuensi
pemeriksaaannya tentu bergantung pada tingkat likuidnya transaksi itu. Makin
likuid asset bank tersebut makin sering dilakukan pencocokkannya. Makin kurang
likuid tentu makin jarang dilakukan pencocokkannya. Namun secara prinsip pencocokkan itu harus
selalu dilaksanakan. Bagian akhir untuk meyakinkan berfungsinya control itu
adalah adanya audit yang independen untuk meyakinkan apakah control alias
pengendalian di unit kerja itu jalan atau tidak.
Konsepsi
ini sangat jelas. Artinya dalam kegiatan bank, fokus bahasan yang utama adalah
melihat aspek risiko yang meningkatkan
sistem control dan security-nya.
Sebagai
contoh konkrit di dunia perbankan adalah, kalau kita ingin melayani nasabah
dengan satu produk bank yang canggih seperti ATM atau Phone Banking, maka
artinya kita harus membangun dengan baik sistem security, control dan auditnya
untuk produk itu.
(TPT)
No comments:
Post a Comment