http://www.bpk.go.id/web/?p=15213
“Kekayaan Negara yang Dipisahkan : Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara?”
12/09/2013 – 15:29
Jakarta, Kamis (12 September 2013) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menyelenggarakan Diskusi Terbatas dengan tema “Kekayaan Negara yang Dipisahkan : Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara?” di Ruang Auditorium BPK RI, Jakarta pada hari ini (12/9). Acara ini menghadirkan narasumber Wakil Ketua BPK RI, Hasan Bisri, S.E., M.M., Ketua Dewan Pers, Prof. Bagir Manan, S.H., MCL, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LLM., Mantan Anggota BPK RI, Drs. Baharudin Aritonang, M.Hum., Tenaga Ahli Bidang Keuangan Negara, Dr. Siswo Sujanto, DEA.. Moderator dalam acara tersebut adalah pakar komunikasi politik, Effendi Gazali Ph.D., MPS. ID. Diskusi terbatas ini dihadiri oleh para pejabat dari unsur aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, BUMN, lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pejabat di lingkungan BPK RI.
Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, dibentuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara). Pasal 2 UU Keuangan Negara menentukan ruang lingkup keuangan negara yang antara lain meliputi kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah. Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas berdasarkan pendekatan tersebut dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Masuknya kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara sebagai bagian dari keuangan negara di atas didasarkan pada gagasan pemikiran bahwa Pemerintah wajib menyelenggarakan pelayanan publik dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Di sisi lain, untuk mengatur mengenai BUMN, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN). Pasal 4 ayat (1) UU BUMN menyebutkan, modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam perkembangannya, ketentuan tersebut telah dipertentangkan oleh sebagian pihak yang berpendapat bahwa kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN tidak lagi menjadi bagian dari keuangan negara.
Pendapat tersebut didasarkan pada teori badan hukum bahwa kekayaan negara yang telah dipisahkan tersebut menjadi milik BUMN sebagai badan hukum privat dan negara memperoleh saham atas modal yang telah disetorkan. Saham inilah yang dicatatkan sebagai kekayaan negara. Selanjutnya, keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara karena secara alamiah mengelola keuangan negara beda dengan mengelola keuangan BUMN.
Fungsi BUMN tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, namun juga sebagai agent of development, sehingga sumber-sumber kekayaan negara yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara sebagian besar dikelola melalui BUMN.
Agar BUMN bisa berkembang, maka BUMN perlu diberikan otonomi dalam pengelolaannya, yaitu mengikuti kaidah-kaidah bisnis yang sehat, termasuk mengikuti ketentuan undang-undang perseroan terbatas. UU BUMN telah memberikan banyak otonomi dan keleluasaan kepada BUMN, agar dapat dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Diskusi terbatas ini diselenggarakan dengan tujuan untuk: (1) Menggali pendapat/gagasan/masukan dari pihak-pihak yang kompeten dalam bidang ketatanegaraan, hukum pidana, ekonomi, serta praktisi mengenai hakikat dan ruang lingkup keuangan negara; (2) Menggali pendapat/gagasan/masukan dari para ahli/pihak yang kompeten mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN serta perekonomian negara; (3) Mengetahui persepsi publik mengenai kerugian BUMN, kerugian negara pada BUMN, serta korupsi pada BUMN; dan (4) Menyamakan langkah antara pihak-pihak yang memilikiawareness pada pengelolaan BUMN yang bersih dengan instansi yang berwenang dalam penegakan hukum (tindak pidana korupsi) pada BUMN serta BPK sebagai lembaga yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI