Ketika
air bah datang, sungai-sungai meluap, derasnya air bukan alang kepalang, Jakarta terendam dahsyat,
tak kuat alur sungai menampung airnya.Di hulu Sungai Ciliwung air bergelontoran
turun ke dataran rendah. Hujan tak henti-henti beberapa hari, tanah-tanah
merekah, bukit-bukit bergoyang, longsorpun tak tertahankan.Tak ada benda
mampu apapun menghalanginya, air mengalir, dia memaksa ingin lalu, terus dan
terus ke tempat yang rendah. Terjalnya muka tanah tak menjadi hambatan buat air
mengalir, kalaulah dasar sungai yang terjal, air memusing berputar-putar dan
terus tetap berlalu seraya memusing-musing. Segala benda yang ada dibawanya
serta, tak peduli mahluk hidup ataupun benda mati. Bisa sampah yang tak berguna
yang memang dibuang, atau benda-benda berharga yang masih diperlukan manusia
yang karena tak waspada terbawa banjir.Bahkan mahluk bernyawa, entah hewan
darat bahkan manusia tak kurang menjadi mahluk tak bernyawa terseret air.
Manusia bersedih, meratap menatap banjir yang sebenarnyalah akibat ulahnya
sendiri.
Tataplah
air yang berpusing. Benda yang mengalir dari ketinggian kebawahnya, tepat pada
pusingan dia akan tertarik ke dalam pusingan, tertarik kedalam air namun tak
lama dia muncul dan tertarik lagi ke dalam. Begitu beberapa kali, namun tak
lama dia mengalir terus bersama air.
Sebuah
batang pisang yang besar dan panjang pun mengalami hal yang sama. Karena
batangnya panjang dia mumbul beberapa kali kepermukaan air, namun tak
lama dia mengalir. Entah kenapa orang membuangnya ke sungai ini. Padahal pohon
pisang bukan hanya buahnya saja yang bermanfaat. Sang batang pisang masih
banyak gunanya, masih bisa dibuat tali sayur. Atau mungkin orang sudah
sebel bikin tali sayur dari batang pisang karena kalah dengan tali plastik
rafia. Padahal di tumpukan sampah mengalir itu banyak sekali plastik dan tali
rafia ikut serta. Jadi nasibnya sama-sama sampah.Namun umur sampah plastik
konon bisa sampai 500 tahun, sedangkan batang pisang bisa segera kembali ke
sikulus alam dengan sangat cepat, menjadi tanah atau pupuk kembali.
Batang
pisang dibeberapa tempat di negri ini juga digunakan buat tempat tidur jenazah
yang akan dimandikan, walaupun sebenarnya kurang etis, sehingga si anak kecil
bila melihat batang pisang bekas mandi jenazah lari ketakutan. Akibatnya batang
pisang dipersilakan mengalir di sungai dibuang bersama sampah-sampah yang lain.
Batang
pisang abaca tentu bernasib lain, dia menjadi bahan baku kertas yang baik, kata orang dinegri
tetangga kita dia menjadi komoditi berharga. Dinegeri kita belum sampai seperti
itu, walaupun banyak yang sudah berkoar-koar hebatnya batang pisang abaca.
Batang
pisang yang mengalir bersama bah, cepat atau lambatnya tergantung pada
kecepatan air berlalu. Tatkala masuk pada pusingan air, dia ikut berputar dan
tak lama dia tertarik kedalam pusingan. Terus tertarik kebawah namun tak lama
dia muncul, berpusing-pusing sejenak dan mengalir lagi bersama air.
Namun
tengoklah ada seekor anjing yang terperangkap dalam pusingan air. Dia meronta-ronta,
menyalak, kemudian tertarik kedalam air, berusaha keluar dari kesulitan, tapi
dia tertarik kedalam pusaran air, dia melawan dan mencoba berbuat, namun pada
saat itu tarikan pusaran air semakin kuat dan semakin kuat lagi. Akhir sang
anjing lemas. Pada saat lemas lubang-lubang pernafasan, mulut, kuping sudah
dimasuki air, perlahan tapi pasti sang anjing pingsan, mulailah tubuhnya
mengikuti alur pusingan air dan sang anjing mulai tertarik ke permukaan.
Kemudian bersama air mengalir dia akan muncul entah sebagai bangkai atau anjing
yang pingsan dengan perut yang menggelembung.
Fenomena
ini memperlihatkan pada kita, bahwa kepasrahan menghadapi pusingan awal dari
keselamatan. Tahan nafas supaya tak ada benda asing yang masuk, ikuti alur,
jangan meronta, tak perlu melawan dengan keras. Tengoklah batang pisang yang
sebenarnya banyak manfaatnya, dia mengalir, masuk ke dalam pusingan yang tak
lama dia muncul lagi ke permukaan serta mengalir bersama air. Dalam bahasa
agama ini adalah Lahaula walakuwata illa billah, tiada daya upaya
kecuali hanya kehendak Allah. Kepasrahan total hanya kepadaNya.
Perenang
yang handal, tahu persis kondisi ini, dia akan tahan nafas, melemaskan
tubuhnya, mengikuti tekanan air pada saat masuk ke pusaran air, dia akan segera
terangkat ke permukaan dari pusingan itu segera. Toh setelah air bah dan
pusaran air berlalu dia bisa menepi dan berenang lagi. (Jakarta Maret 2002)
Tjukria P. Tawaf
No comments:
Post a Comment