FRAUD (KECURANGAN) : APA DAN MENGAPA?
http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/Fraud%28kecurangan%29.pdf
I. Pendahuluan
Kita sering mendengar maupun membaca artikel dan berita mengenai adanya
indikasi fraud atau kecurangan/penyimpangan pada suatu perusahaan atau instansi
pemerintah yang dilakukan oleh karyawan/pegawainya. Maraknya berita mengenai
investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di dalam perusahaan dan juga
pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar bahwa kita
harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat
ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih
lagi terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan
perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.
Upaya penegakan hukum terhadap tindakan fraud selama ini kurang
membawa hasil. Tindakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan.
Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan
nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu organisasi, nilai etika dan moral
perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi
sebagai kode etik dan kelengkapannya.
Fraud (kecurangan) itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar
organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau
kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali
mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan
korupsi.
II. Permasalahan
1. Apakah yang dimaksud dengan Fraud (kecurangan)?
2. Apakah unsur-unsur dan klasifikasi dari fraud tersebut?
3. Bagaimana gejala dan pelakunya?
4. Bagaimana pula hubungan fraud dengan korupsi?
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 2
III. Pemecahan
Pengertian Fraud (Kecurangan)
Definisi Fraud (Ing) menurut Black Law Dictionary adalah :
1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce
another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the
conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without
belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing
misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to
induce another to act to his or her detriment.
Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah :
1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang
disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk
melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan
namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan
merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang
secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat
dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu
kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah
(salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa
perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang
merugikannya.
Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai
kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld) : menggelapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer. Sedangkan dalam Wikipedia
(en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud sebagai berikut:
a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In
criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to
damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be
accomplished through the aid of forged objects. In the criminal law of common law
jurisdictions it may be called "theft by deception," "larceny by trick," "larceny by fraud
and deception" or something similar.
Yang diterjemahkan (tidak resmi) sebagai berikut:
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi
atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau
pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan
mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan
dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat mahir melalui pemalsuan terhadap
barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum disebut dengan “pencurian dengan
penipuan”, “pencurian dengan tipu daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan
penipuan” atau hal serupa lainnya.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 3
Ada pula yang mendefinisikan Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu,
menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah
merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak
wajar untuk kepentingan dirinya. Dengan demikian perbuatan yang dilakukannya
adalah untuk menyembunyikan, menutupi atau dengan cara tidak jujur lainnya
melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibidang keuangan atau
keuntungan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban bagi dirinya dan mengabaikan
hak orang lain1.
Unsur-unsur Fraud (Kecurangan)
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (Kecurangan) di atas, maka
tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas
dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsurunsur
dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada
maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
fakta bersifat material (material fact);
dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut
(misrepresentation);
yang merugikannya (detriment).
Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Klasifikasi Fraud (Kecurangan)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan
mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree”
yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan
(Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan bagan sebagai
berikut :
1 Bambang Suhermadi; “Management Fraud”; diunduh dari http://internal.dsuc.co.id/management-fraud,
Submitted by Bambang Suhermadi on Fri, 2006-09-29 08:09.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 4
Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE
membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation);
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined
value).
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 5
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh
keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption).
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi
karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion).
Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini
jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian
khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis
fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih2.
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari
beberapa sisi3, yaitu :
1. Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks,
lebih mudah untuk ditemukan);
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan
akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books);
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi
melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian
uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off
(fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).
2. Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang,
tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya
bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku
2 Viraguna Bagoes Oka; Deputi Direktur Pengawasan Bank Bank Indonesia; “Bank Fraud, Apa dan Mengapa Masih
Terjadi”; diunduh dari KCM (Kompas Cyber Media) Kamis, 14 Oktober 2004, http://64.203.71.11/kompascetak/
0410/14/ekonomi/1325243.htm
3 Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA; “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”; diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 6
setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu
kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang
menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja.
Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya,
cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus
melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai
diberikan perintah untuk menghentikannya.
3. Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak
terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan
terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona
fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam
pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya
kecurangan.
4. Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orangorang
yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan
aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank,
dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim
asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin
hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga
yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari
kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang
telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)4
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
Greed (keserakahan)
Opportunity (kesempatan)
Need (kebutuhan)
Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity
dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai
korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
4 Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA; “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”; diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 7
1. Faktor generik
Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada
kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk
melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada
yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum
manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih
besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;
Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh
pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya
dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
2. Faktor individu
Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:
Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut
adalah:
Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan
melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan);
Aturan perilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya
organisasi/perusahaan;
Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan
aturan perilaku yang ditetapkan organisasi/perusahaan;
Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang
bermoral tidak baik.
Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih
cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan
pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
Beberapa kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:
Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan, misalnya:
memperlakukan pegawai secara tidak wajar, berkomunikasi secara
tertutup, dan tidak adanya mekanisme untuk menyampaikan setiap
keluhan;
Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan, yang tidak wajar sehingga
karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil;
Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai, untuk mengetahui masalah
secara dini;
Proses penerimaan karyawan yang tidak fair;
Kecerobohan atau tidak hati-hati, mengingat motivasi seseorang tidak
dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk motivasi tersebut tidak
dapat disembunyikan.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 8
Gejala Adanya Fraud
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu,
perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun
gejala tersebut adalah :
1. Gejala kecurangan pada manajemen
Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;
Moral dan motivasi karyawan rendah;
Departemen akuntansi kekurangan staf;
Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas;
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu
yang lama;
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung;
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;
Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran;
Kekurangan barang yang diterima;
Kemahalan harga barang yang dibeli;
Faktur ganda;
Penggantian mutu barang.
Pelaku dari Fraud
Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan
biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial
reporting). Sedangkan Karyawan/Pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk
keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva
(misstatements arising from misappropriation of assets).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan
ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena
kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities
(ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan
manajemen (management fraud), misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau
pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan
sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau
sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau
informasi penting dari laporan keuangan.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 9
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan
(employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi
penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan
aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan
dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal
perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini
adalah :
• Penggelapan terhadap penerimaan kas;
• Pencurian aktiva perusahaan;
• Mark-up harga;
• Transaksi “tidak resmi”.
Perilaku Pelaku Fraud
Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi
perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang
tersebut, yaitu:
• Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya,
gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal;
• Gaya hidup di atas rata-rata;
• Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja;
• Penjudi berat;
• Peminum berat;
• Sedang dililit utang;
• Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities)
dianggap tidak material ketika ditemukan;
• Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja
sendiri.
Fraud dan Korupsi
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Fraud merupakan penipuan yang
dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain atau
suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak
wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja.
Sedangkan korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.
Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa
latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 (KBBI) korupsi berarti busuk;
palsu; atau suap. Dalam Kamus Hukum, korupsi adalah buruk; rusak; suka
menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara;
menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat
seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 10
The Lexicon Webster Dictionary, 1978 memberikan pengertian korupsi sebagai
kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan melawan hukum;
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan dalam jabatan;
• pemerasan dalam jabatan;
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan
permasalahan yang bersifat antar negara (transnasional) yang juga mempengaruhi
masyarakat dan perekonomian global, sehingga kerja sama internasional untuk
penegakan dan pemberantasannya yang didukung oleh integritas, akuntabilitas, dan
manajemen pemerintahan yang baik disetiap negara sangat diperlukan. Peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi,
saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN, UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan
UU No. 7 Tahun 2006.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi
adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
3. Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20
Tahun 2001).
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 11
4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili; atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara
dalam keadaan perang
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang.
e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan keselamatan
negara dalam keadaan perang.
6. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001).
7. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001).
8. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001):
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 12
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolaholah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 13
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
11. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001).
12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999).
13. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas
menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut
sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang
ini (Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999).
Kemudian berdasarkan United Nation Convention Againts Corruption
(UNCAC) telah diratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006, Pengertian Korupsi
diperluas lagi dengan :
1. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik/swasta,
permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik/swasta/internasional, secara
langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk pejabat itu
sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabat itu bertindak atau
berhenti bertindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk
memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
2. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat
publik/swasta/internasional.
3. Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah.
Terkait dengan Fraud Tree atau yang dikenal dengan Uniform Occupational
Fraud Classification System, Korupsi merupakan salah satu tipologi dari Fraud.
Sehingga dapat dianalogikan bahwa Fraud mempunyai lingkup yang lebih luas
daripada korupsi (walaupun pengertian dan lingkup korupsi saat ini berdasarkan
UNCAC semakin diperluas), dan dilihat dari sudut pandang secara umum Fraud
merupakan induk dari korupsi. Oleh karenanya, terdapat hubungan erat antara Fraud
dengan Korupsi, yaitu sebagai berikut :
1. Merupakan suatu perbuatan yang disengaja;
2. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi;
3. Merugikan pihak lain;
4. Menimbulkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.
Namun, hal yang mendasar adalah perbuatan Fraud tidak serta merta harus
memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, sedangkan korupsi atau tindak pidana
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 14
korupsi harus memenuhi salah satu unsur yaitu merupakan perbuatan melawan
hukum, yang harus dibuktikan di muka pengadilan.
IV. Penutup
1. Fraud (kecurangan) mempunyai pengertian atau definisi yang luas dan
bermacam-macam, namun pada prinsipnya adalah sama yaitu suatu tindakan
atau perbuatan yang dengan maksud disengaja dan menggunakan sumber daya
organisasi/perusahaan secara tidak wajar untuk memperoleh keuntungan pribadi
sehingga merugikan pihak organisasi/perusahaan yang bersangkutan ataupun
pihak lain.
2. Unsur-unsur Fraud antara lain terdapatnya salah pernyataan (misrepresentation);
dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present); fakta bersifat material
(material fact); dilakukan secara sengaja (make-knowingly or recklessly); dan
merugikan (detriment). Selain itu, Fraud diklasifikasikan dalam 3 (tiga) tipologi
yaitu penyimpangan atas asset (asset misappropriation); pernyataan palsu atau
salah pernyataan (fraudulent statement); dan Korupsi (Corruption).
3. Gejala Fraud terbagi atas gejala pada manajemen dan gejala pada
karyawan/pegawai. Pelaku kecurangan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan
kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul
karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent
financial reporting). Sedangkan Karyawan/Pegawai melakukan kecurangan
bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
4. Korupsi merupakan salah satu tipologi dari Fraud, sehingga tidaklah salah apabila
dikatakan bahwa Fraud mempunyai lingkup yang lebih luas daripada korupsi, dan
Fraud merupakan induk dari korupsi. Yang jelas adalah perbuatan Fraud tidak
perlu memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sudah dapat dikatakan Fraud
bila memenuhi unsur-unsur fraud, sedangkan korupsi atau tindak pidana korupsi
harus memenuhi salah satu unsur yaitu merupakan perbuatan melawan hukum.
Referensi :
1. Black Law Dictionary, Second Edition;
2. Wikipedia (en.wikipedia.org);
3. Kamus Hukum (Edisi Lengkap);
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana;
5. United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) - telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun
2006;
6. Amrizal, SE, Ak. MM, CFE., “Membangun Kultur Dan Etika Internal Organisasi Yang Anti Kecurangan”,
BPKP, 2004;
7. Manual Investigation, Association of Certified Fraud Examiners, 2000;
8. Amrizal, SE, Ak. MM, CFE., “Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor”, BPKP,
2004;
9. Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA., “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”, diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008;
10. Bambang Suhermadi, “Management Fraud”, diunduh dari http://internal.dsuc.co.id/managementfraud,
Submitted by Bambang Suhermadi on Fri, 2006-09-29 08:09.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 15
11. Viraguna Bagoes Oka, Deputi
No comments:
Post a Comment