Monday, November 17, 2014

Bukan Watchdog, Konsultan, Juga Bukan Katalis! Tapi Pengawas Intern

http://www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=81

Bukan Watchdog, Konsultan, Juga Bukan Katalis! Tapi Pengawas Intern

Rabu, 10 Agustus 2011
 
Penulis : Alexander Zulkarnain (Auditor Madya Inspektorat VII)
 
“Pertarungan ideologi” antara peran auditor internal sebagai watchdog dan konsultan mungkin bukan hal yang baru. Meskipun sejatinya keduanya sama dalam memainkan peran auditor internal, namun nampak adanya kesenjangan yang cukup tajam antara keduanya. Namun, sebelum berpolemik lebih jauh, ada baiknya pembahasan dikembalikan kepada “dalil” yang ada.
 
Definisi dan Pengertian

The Institute of Internal Auditor (IIA, 2001) mendefinisikan internal auditing sebagai “aktivitas independen dalam menetapkan tujuan dan merancang aktivitas konsultasi (consulting activity) yang bernilai tambah (value added) dan meningkatkan operasi perusahaan.” Ditambahkan pula bahwa internal auditing membantu organisasi dalam mencapai tujuan dengan cara pendekatan yang terarah dan sistematis untuk menilai dan mengevaluasi efektivitas manajemen resiko (risk management) melalui pengendalian (control) dan proses tata kelola yang baik (governance processes).
 
Adapun dedengkot-nya internal auditing, Sawyer (2005), mendefinisikan internal auditing sebagai “sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah: (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif.”
 
Dari kedua uraian di atas, kiranya dapat ditangkap dengan cukup jelas mengenai bagaimana internal auditing (sebagai sebuah proses) yang ideal dan seharusnya dilaksanakan oleh auditor internal (sebagai subyek). Beberapa poin penting yang patut disimak yaitu: adanya aktivitas konsultansi yang bertujuan memberikan nilai tambah bagi organisasi; serta pelaksanaan evaluasi (dan/atau penilaian) terhadap proses-proses berupa manajemen risiko, pengendalian, tata kelola yang baik (kepatuhan, efektivitas, efisiensi dan ekonomis dalam aktivitas operasi) dan akurasi data dan informasi (terutama keuangan).
 
Dalam konteks internal auditing di kalangan pemerintahan di Indonesia, kiranya belumlah lengkap apabila tidak menggunakan kerangka PP 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam menganalisis permasalahan ini. Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “Pengendalian internal merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai atas: (1) tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien; (2) keandalan pelaporan keuangan; (3) pengamanan aset negara; dan (4) ketaatan peraturan perundang-undangan.”
 
Selanjutnya, dalam pasal 1 angka 3 disebutkan juga bahwa “Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.” Untuk itu, aparat pengawas internal dibentuk dalam rangka memperkuat dan menunjang efektivitas pengendalian intern (pasal 47 ayat (2)).
 
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aparat pengawas intern (auditor internal pemerintah) memiliki fungsi dan tujuan untuk memperkuat efektivitas sistem pengendalian internal pemerintah. Lebih lanjut, sistem pengendalian internal pemerintah itu sendiri bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, serta ketaatan terhadap peraturan. Poin penting dari pemahaman ini adalah, pengawas intern (dalam kerangka PP SPIP) secara khusus diharapkan mampu memberikan keyakinan yang memadai untuk tercapainya pelaksanaan kegiatan yang memenuhi aspek efektivitas dan efisiensi, yang pada akhirnya mampu mendorong tata kepemerintahan yang baik. Adapun secara umum, pengawas intern diharapkan mampu menjadi katalis dalam pencapaian tujuan sistem pengendalian itu sendiri.
 
Dulu Watchdog, Lalu Konsultan, Kini Katalis?

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, auditor internal pada awalnya berperan selayaknya watchdog. Sebagaimana terminologinya, peran yang dijalankan oleh auditor internal selaku watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, cek & ricek yang bertujuan untuk memastikan ketaatan / kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah compliance audit dan apabila terdapat penyimpangan dapat dilakukan koreksi terhadap sistem pengendalian manajemen. Peran watchdog biasanya menghasilkan saran / rekomendasi yang mempunyai impact jangka pendek, misalnya perbaikan sistem & prosedur atau internal control (Ongkowijoyo, 2009; Simbolon, 2010). Dari segi pendekatan pengendalian, dalam perannya selaku watchdog, auditor internal menekankan pada pengendalian detektif (detective control), yaitu mengidentifikasi masalah yang sudah terjadi, lalu mencoba memberikan saran untuk mengatasinya.  Selain itu, dalam perspektif ini, auditor internal berfokus pada kelemahan dan penyimpangan yang ada dengan mengacu pada kebijakan dan policy. Ketidak sesuaian dengan policy pada umumnya dipersepsikan sebagai “masalah”.
 
Karakter ini juga melekat dalam pelaksanaan peran pengawas intern di lingkungan pemerintah selaku auditor internal, termasuk di lingkungan Itjen Kemenkeu. Beranjak dari karakter ini, aspek yang umum menjadi “indikator kinerja” dalam pelaksanaan tugas aparat adalah nilai dan jumlah temuan. Dalam banyak situasi, karakter dan peran seperti ini nampaknya masih dibutuhkan dalam pelaksanaan peran pengawas intern di lingkungan pemerintahan. Hal ini ditandai dengan masih relatif tingginya penyimpangan birokrasi. Salah satu indikator atas hal ini misalnya adalah indeks persepsi korupsi Indonesia yang masih di bawah angka 3.
 
Seiring perjalanan waktu, perubahan dan peningkatan tingkat kerumitan proses bisnis, ditambah lagi dengan persaingan dan perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi), auditor internal dipandang tidak cukup sekedar menjalankan peran sebagai watchdog. Auditor internal tidak lagi cukup menilai kepatuhan, fokus pada penyimpangan dan berorientasi pada audit. Auditor internal diharapkan dapat berperan lebih luas lagi, terutama dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini diejawantahkan dalam definisi “baru” auditor internal sebagaimana dikemukakan di awal tulisan ini.
 
Berbeda dengan peran terdahulunya, auditor internal “baru” difokuskan untuk memberikan nilai tambah, berupa peningkatan kinerja secara umum. Secara khusus, peran ini diejawantahkan dalam bentuk aktivitas konsultansi, serta evaluasi dan penilaian atas manajemen risiko, aktivitas pengendalian intern, tata kelola, serta akurasi informasi. Hal ini mengindikasikan berbagai perubahan dalam cara kerja auditor internal. Sebagai ilustrasi, dalam peran ini, pengendalian lebih ditekankan melalui preventive control, yang antara lain diterjemahkan secara praktis melalui evaluasi atas pelaksanaan manajemen risiko. Hal ini membantu auditee dalam mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin mengancam pencapaian tujuan. Salah satu perbedaan yang cukup “radikal” adalah peralihan dari compliance audit, dengan segala karakteristiknya yang cenderung “kaku”, berorientasi pada aturan, fokus pada penyimpangan dari aturan, dsb menjadi aktivitas konsultansi, dengan memosisikan auditor internal dan auditee sebagai mitra yang saling bekerjasama, atau lebih jauh lagi, menjadi pemandu dalam perubahan organisasi (agent of change) yangfokus pada pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang.
 
Lalu, Di Mana Itjen Kini dan Akan Ke Mana Nantinya?

Dari uraian pada bagian sebelumnya, dapat dilihat dengan jelas di mana peran aparat pengawas intern, yaitu untuk memberikan keyakina memadai (quality assurance) bahwa pengendalian intern telah berjalan. Pengendalian intern itu sendiri pada dasarnya merupakan tanggung jawab manajemen auditee. Sedikit lebih konkrit, peran ini dapat dilaksanakan dengan berbagai bentuk kegiatan yang muaranya adalah dapat meyakinkan bahwa pengendalian intern yang dijalankan oleh manajemen auditee sudah berjalan dengan baik. Dampak lanjutannya tentu adalah kinerja birokrasi yang lebih optimal, baik sebagai regulator, pelayanan publik, dan fungsi-fungsi lainnya. Apabila mengacu pada PP SPIP, pengendalian intern terutama ditujukan untuk 4 (empat) hal, yaitu: pencapaian tujuan, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, serta ketaatan terhadap peraturan. Kemudian, pengawas intern berperan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan tersebut telah tercapai.
 
Yang juga perlu dicermati adalah, dari keempat butir tersebut di atas, terlihat bahwa, dengan segala komplikasinya, peran pengawas intern (auditor internal dalam konteks pemerintahan) tidak bisa dilepaskan dari ketiga karakteristik sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Sebagai watchdog, yang meskipun bisa dikata agak “kuno”, namun kenyataannya tetaplah dibutuhkan. Pemberian keyakinan yang memadai bahwa aset negara telah dikelola dengan aman, serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, tentu mau tidak mau harus dilaksanakan dengan cara “mengawal” auditee agar senantiasa sesuai dengan kriteria “aset negara yang aman” dan “kesesuaian dengan peraturan”. 
 
Pun begitu, apabila dilihat secara kronologis atau berurutan, terlihat bahwa fungsi tersebut justru berada pada butir ketiga dan keempat. Butir pertama adalah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien, serta  butir kedua adalah keandalan laporan keuangan. Pada kedua butir ini, peran sebagai katalis dan konsultan tentu lebih dominan. Pengawas intern harus mampu membantu serta mendampingi auditee dalam usaha pencapaian tujuannya. Risiko yang mungkin muncul harus diantisipasi, serta kriteria operasi yang baik juga harus terus dikembangkan. Salah satu langkah penting yang telah dirintis dan seharusnya terus dikembangkan adalah komunikasi dengan jajaran pimpinan serta manajemen dari auditee itu sendiri, terutama terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Penyamaan persepsi atas tujuan tersebut, dapat menjadi pijakan bagi pengawas intern untuk menentukan tindakan apa yang bisa diperbuat dalam rangka membantu mewujudkan tujuan tersebut.
 
Adapun tantangan yang secara nyata dihadapi saat ini oleh Kementerian, tergerusnya citra aparat Kementerian Keuangan karena kasus-kasus yang marak terjadi. Di balik permasalah “citra” tersebut, penting untuk didalami apakah “citra” tersebut melekat dan secara nyata mencerminkan “substansi”, yakni perilaku aparat secara umum, atau “citra” tersebut hanyalah “setitik nila” diantara “sebelangga susu”. Tentu keduanya memiliki konsekuensi yang berbeda dalam merumuskan tindakan penanganannya. Isu lainnya yang juga senantiasa mengemuka misalnya terkait penyerapan anggaran. Bagaimana Itjen mampu memetakan permasalahan terkait “selalu terlambatnya” penyerapan anggaran, baik karena masalah teknis, atau justru bisa jadi karena informasi yang kurang akurat yang diterima publik. Sekali lagi, keduanya memiliki konsekuensi berbeda dalam merumuskan tindakan penanganannya.
 
Selain kedua isu umum di atas, tentunya masih terdapat “bergudang-gudang” (bukan hanya segudang) permasalahan yang menanti solusi yang bisa ditawarkan pengawas intern. Untuk itu, dengan berbagai “wajah” yang dimilikinya, pengawas intern (Itjen) dapat terus memainkan peran-peran tersebut sesuai proporsi dan keperluan. Muaranya adalah, sekali lagi, pencapaian tujuan organisasi (Kementerian Keuangan) yang efektif dan efisien, laporan keuangan yang andal, keamanan aset negara, serta operasional yang taat terhadap peraturan perundang-undangan. 
 
Daftar Referensi

Internal Audit Berbagi Permasalahan Internal Audit

http://internalaudit-karmacon.blogspot.com/2010/02/internal-audit-tangan-kanan-top.html

Selasa, 09 Februari 2010

Internal Audit 'tangan kanan' Top Manajemen

Masalah-masalah di perusahaan
Sangat kita sadari bahwa perubahan berlari begitu cepat. Dalam dunia bisnis, perkembangan teknologi, budaya, gaya hidup, semakin berdampak terhadap persaingan dan risiko yang dihadapi perusahaan semakin luas. Sementara disatu sisi, manajemen perusahaan-perusahaan masih sering dihadapkan pada permasalahan-permasalahan internal yang mengganggu dan menghambat daya saing yang dimilikinya, misalnya terkait dengan masalah SDM, teknis produksi (efisiensi dan produktivitas), strategi (efektivitas), keuangan dan sistem informasi. Sehingga muncul masalah-masalah seperti terjadi fraud yang sulit dideteksi, kendala efisiensi dan produktivitas, pengamanan aset perusahaan yang kurang memadai, laporan-laporan keuangan yang kurang mendukung pengambilan keputusan strategik, atau masalah-malalah lain yang timbul karena lemahnya pengendalian intern.
Lemahnya struktur pengendalian intern memiliki porsi terbesar sebagai akar permasalahan-permasalahan di perusahaan, mulai dari masalah yang bersifat administratif sampai dengan masalah fraud. Hal yang umum terjadi adalah manajemen mengetahui masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan, namun masalah tersebut masih sering terjadi berulang-ulang dan belum mendapatkan perhatian secara serius. Hal tersebut dapat terjadi antara lain karena:
• Porsi waktu, tenaga dan pikiran manajemen puncak/pemilik (owner) lebih teralokasi/terfokus/terkonsentrasi pada kegiatan yang lebih bersifat strategis (pengembangan perusahaan, perluasan operasi, penetrasi pasar, diferensiasi produk, dll) sehingga kurang perhatian terhadap masalah-masalah yang dianggap kecil/sepele.
Manajemen puncak/owner tidak memiliki 'partner' strategis yang memiliki sudut pandang lebih obyektif dan independent dalam membantu pengambilan keputusan dan mengatasi masalah yang bersifat strategis.
• Perusahaan tidak memiliki tenaga (auditor intern) untuk mengevaluasi struktur pengendalian intern, menangani masalah fraud, evaluasi efisiensi, efektivitas dan produktifitas serta evaluasi pencapaian/realisasi rencana kerja (business plan).
• Perusahaan memiliki divisi/bagian audit/pengawasan intern, namun belum berfungsi dan berperan secara optimal karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan kontribusi terhadap kinerja perusahaan.
• Solusi pemecahan masalah umumnya bersifat curative dan kurang bersifat forward-looking terhadap akar penyebab permasalahan, sehingga berpotensi terjadi pengulangan permasalahan.

Masalah-masalah yang dianggap kecil/sepele namun tidak mendapatkan perhatian serius tanpa disadari akan menjadi suatu pola, kebiasaan yang mempengaruhi budaya kerja, integritas dan etika sebagai faktor pembentuk lingkungan pengendalian. Dampak lain adalah sumber daya perusahaan tidak berfungsi secara optimal karena sebagian sumber daya teralokasi sebagai penyebab dan akibat dari permasalahan-permasalahan tersebut. Masalah tersebut juga mempengaruhi mutu kerja/operasional, pelayanan dan mutu produk, produktivitas dan profitabilitas. Pada akhirnya dampak-dampak tersebut mempengaruhi nilai (value) dan daya saing perusahaan.

'Tangan kanan' manajemen puncak
Manajemen perusahaan tentunya sangat menyadari bahwa persaingan usaha dimulai dari hal-hal yang kecil/detail sampai dengan persaingan efisiensi, kualitas operasional dan produk hingga meluas ke masalah yang menurut perusahaan luput dari perhatian perusahaan-perusahaan pesaingnya. Dalam persaingan usaha ini, seluruh aspek perusahaan tetap menjadi perhatian manajemen puncak (owner). Permasalahan timbul karena manajemen puncak (owner) sebagai penentu arah strategik perusahaan, memiliki keterbatasan untuk mengendalikan seluruh aspek perusahaan. Manajemen puncak memerlukan 'tangan kanan' yang obyektif dan independen terhadap seluruh permasalahan perusahaan.
'Tangan kanan' ini berfungsi untuk memastikan bahwa pengendalian intern perusahaan telah berfungsi sebagaimana mestinya, manajemen risiko telah memadai, seluruh operasional dan strategi perusahaan berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. 'Tangan kanan' ini melaksan akan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Pada akhirnya, 'tangan kanan' ini sebagai strategic partner yang membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian intern dan proses governance.
Pertanyaannya adalah siapa yang berfungsi sebagai 'tangan kanan' itu. Kita sebut saja fungsi itu dilaksanakan oleh internal audit. Mengapa internal audit sebagai 'tangan kanan'? Karena paradigma internal audit saat ini telah mengalami perubahan. Internal audit yang dulu dianggap sebagai 'watchdog' yang ditakuti karena selalu menemukan kesalahan-kesalahan, saat ini telah berubah menjalankan kegiatan assurance dan konsultasi yang memberikan kontribusi perbaikan (improvement), berorientasi memberikan nilai tambah untuk pencapaian perusahaan.

Ruang lingkup internal audit
Ruang lingkup internal audit antara lain meliputi evaluasi terhadap aktivitas pengendalian, sistem informasi, dan risk assessment, yaitu antara lain:
• Evaluasi terhadap kecukupan struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang menggambarkan sikap manajemen puncak dan direksi dalam membentuk lingkungan pengendalian perusahaan.
• Evaluasi terhadap business plan dan kecukupan perencanaan operasi serta penetapan strategi yang akan dilaksanakan oleh perusahaan.
• Penelaahan Kinerja (Performance Appraisal), melalui evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kerja serta strategi yang telah dilaksanakan.
• Evaluasi pengolahan informasi (Information Processing), melalui evaluasi terhadap laporan-laporan intern (keuangan dan non keuangan) untuk mendeteksi adanya kesalahan, penyimpangan, pelanggaran dan fraud serta untuk mengevaluasi reliabilitas laporan tersebut dalam pengambilan keputusan manajemen.
• Evaluasi terhadap pengendalian fisik (Physical Controls), meliputi pengamanan yang memadai, seperti fasilitas yang diamankan, otorisasi terhadap akses informasi dan fasilitas yang diamankan, dokumentasi, perhitungan berkala, dan perbandingan dengan catatan pengendalian.
• Evaluasi terhadap pemisahan fungsi (Segregation of Duties) untuk menilai kecukupan pemisahan fungsi antara otorisasi transaksi, pencatatan transaksi, dan penyimpanan aktiva yang berkaitan.
• Audit kepatuhan (Compliance Audit) terhadap peraturan, ketentuan, kebijakan intern, manual dan standard operating procedures yang ada.
• Aktivitas pemantauan (Continuous Monitoring), yang dilaksanakan melalui pengawasan terhadap tindak lanjut hasil audit, perbaikan dan improvement yang dilaksanakan.

Internal audit outsourcing

Seiring perkembangan paradigma internal audit dan semakin pentingnya peranan internal audit di dalam perusahaan, berkembang pula kecenderungan untuk melaksanakan fungsi internal audit di dalam perusahaan melalui penggunaan jasa pihak eksternal (outsourcing). Hal ini karena selain internal audit outsourcing memiliki tingkat independensi dan obyektifitas yang relatif lebih baik dalam menjalankan fungsi internal audit, internal audit service secara outsourcing juga memberikan beberapa manfaat tambahan terhadap perusahaan antara lain, memiliki kompetensi dan pengalaman dalam 'benchmarking' serta wawasan terhadap management best practices. Tenaga internal audit outsourcing juga memiliki fasilitas dan lingkungan yang memungkinkan untuk selalu meningkatkan kompetensi, skill dan profesionalismenya. Selain itu, dengan cara outsourcing memungkinkan terjadinya transfer of knowledge dari tenaga outsourcing kepada staf-staf preusan dan mengurangi kegiatan administrasi intern serta memberikan suasana baru bagi kegiatan internal audit di dalam perusahaan.
Alasan yang terpenting adalah bahwa dengan cara outsourcing pelaksanaan internal audit di dalam perusahaan akan lebih efisien dan efektif. Biaya akan bersifat variable dan relatif lebih murah serta jasa outsourcing dapat disesuaikan dengan kebutuhan top manajemen. Jenis-jenis jasa internal audit ini antara lain:
a. Full outsourcing – Pelaksanaan seluruh aktivitas internal audit, termasuk risk assessment, evaluasi pengendalian intern, perencanaan audit, pelaksanaan audit, komunikasi dan pelaporan hasil audit.
b. Cosourcing – Pendekatan yang lebih fleksibel dan collaborative dengan tujuan untuk membantu membangun fungsi internal audit yang telah ada diperusahaan/klien melalui konsultasi dan benchmarking.
c. Third party compliance – Kegiatan untuk menilai, menganalisa dan memberikan rekomendasi terhadap suatu proses kegiatan dan mereview laporan keuangan.
d. Loss prevention services – Membantu perusahaan dalam aspek-aspek perlindungan asset (asset protection), termasuk penilaian risiko dan penetapan kebijakan dan prosedur prefentif.
e. Quality assessment service – Membantu manajemen dalam evaluasi pelaksanaan fungsi internal audit perusahaan. Tidak hanya kesesuaian fungsi internal audit dengan Standar Institute of Internal Auditors, namun juga faktor-faktor penting lainnya misalnya selaras dengan risk profile dan sasaran perusahaan.
f. Risk assessment – Didesain untuk menghubungkan keselarasan sumber daya internal audit dengan kebutuhan dan harapan dari manajemen terhadap area berisiko tinggi. Proses ini membantu dalam penyusunan rencana audit dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko bisnis dan pengendalian yang memadai.
g. Other Internal Projects – Proyek-proyek khusus lain misalnya evaluasi internal control, Special audit/ investigasi Fraud, dan proyek lainnya yang terkait dengan risk management.
Namun demikian, tidak sedikit hambatan internal yang perlu diperhatikan oleh top manajemen sehingga mempengaruhi efektivitas pelaksanaan internal audit outsourcing. Kendala rahasia perusahaan, hal-hal yang dianggap rahasia perusahaan diproteksi oleh manajemen sehingga tidak diketahui oleh pihak internal audit outsourcing. Hal ini terjadi karena pihak manajemen tidak sepenuhnya 'percaya' dan berkomitmen bahwa internal audit outsourcing merupakan strategic management partner yang bekerja secara profesional, memiliki kode etik dan integritas. Internal Audit Charter dan tujuan internal audit terkadang tidak sepenuhnya dipahami oleh manajemen dan karyawan perusahaan, sehingga dalam proses audit, pihak internal audit outsourcing menghadapi kendala kerjasama, conflict of interest dan pembatasan pemeriksaan. Misalnya sebagian karyawan menganggap kegiatan internal audit outsourcing bukan merupakan kepentingan perusahaan. Kendala efektivitas internal audit outsourcing lainnya muncul dari hasil audit yang tidak mendapat perhatian dan dukungan tindak lanjut secara serius karena dianggap kurang efektif, tidak sesuai dengan kondisi perusahaan, bahkan merepotkan.
Agar internal audit outsourcing menjadi efektif, maka hambatan-hambatan tersebut perlu dihilangkan. Sehingga pada akhirnya internal audit outsourcing menjadi assurance and consulting center bagi top manajemen dalam mengkaji bussines plan, memantau pelaksanaan strategi, serta efektivitas pengendalian intern dan manajemen risiko.
Informasi lebih lengkap mengenai internal audit services dapat diperoleh melalui www.jtanzilco.com