Friday, May 11, 2012




WORKSHOP MEMAHAMI ”PENJEBAKAN” (ENTRAPMENT) DAN ”TERTANGKAP TANGAN”(REDHANDED) DALAM KAITAN TUGAS KPK
DAN AUDIT INVESTIGATIF BPK

Latar Belakang
Dalam kegiatannya, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap tersangka korupsi. Cara ini tampaknya merupakan hal yang paling efektif. Yang paling baru adalah tertangkap tangannya ; anggota DPRD Riau dan pejabat dinas olahraga provinsi Riau. Sebelumnya ada beberapa kasus, seperti  Wafid Muharam (sekretaris Menpora), Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya (PNS Depnakertrans), Irawadi Yunus (Komisioner KY), Abdul Hadi Djamal dan Al Amin Nasution (anggota DPR RI), Mulyana Kusuma (komisioner KPU). Hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin, Hakim ad hoc Pengadilam Hubungan Industri (PHI) Bandung Imas Dianasari
Pengertian "Penjebakan" bisa menimbulkan multi-interpretasi di masyarakat dan ahli hukum. Hak ini memerlukan klarifikasi hukum agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran. Kejelasan itu perlu terkait perbedaan "penjebakan" (entrapment) dan "tertangkap tangan"(redhanded). Prof Romli Atmasasmita SH, LLM, mengatakan bahwa dalam sistem hukum Civil Law dan Common Law, konsep pertama sering menjadi kontroversi karena dianggap melanggar hak asasi atau hak privasi seseorang. "Penjebakan" (entrapment) diartikan, "A law erforcement officers inducement of a person to commit a crime, for the purpose of bringing a criminal prosecution against that person" (Black" Law Dictionary, 1996:225). Sedangkan "tertangkap tangan" (redhanded) dalam Kitab Hukum Acara Pidana Indonesia (Pasal 1 Angka 19 UU No 8 Tahun 1981) diartikan, "tertangkapnya seseorang saat sedang melakukan tindak pidana atau segera sesudah tindak pidana dilakukan."
Berdasar definisi itu, ada perbedaan antara "menjebak" atau "penjebakan" dan "tertangkap tangan". Kasus Mulyana W Kusumah (KPU) merupakan entrapment, sedangkan kasus Urip Tri Gunawan, Al Amin Nur Nasution, dan Irawady Joenoes adalah kasus tertangkap tangan. Dalam kasus-kasus itu, KPK tidak pernah membujuk tersangka untuk melakukan penyuapan agar dapat dijadikan tersangka. Adapun dalam kasus Mulyana, KPK melakukan penjebakan setelah mendapat laporan dari Khairiansyah. Saat dijebak, sama sekali tidak ada pernyataan yang mempersoalkan penjebakan itu. Pertanyaannya, apakah KPK dibenarkan menggunakan "penjebakan" dalam keadaan "tertangkap tangan"? Selaku lembaga extra-ardinary, UU No 31 Tahun 1999 dan UU Pembentukan KPK (UU No 30 Tahun 2002) mendesain KPK Untuk melaksanakan tugas dan wewenang luar biasa agar dapat mencegah dan memberantas korupsi. Tindak korupsi sendiri telah bersifat sistemik dan meluas, merasuk seluruh lapisan penyelenggara negara, dan sulit pembuktiannya.
Korupsi sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crime) perlu penanganan dengan cara yang luar biasa pula. Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini diharapkan dapat menangani kasus-kasus korupsi, dibuat tidak berdaya dalam proses penangannya. Bahkan dinilai oleh khalayak umum bahwa kedua institusi itupun sudah masuk ke dalam virus korupsi itu sendiri. KPK dibentuk, sebagai jawaban atas mandulnya penanganan korupsi yang terjadi selama ini. Berbeda dengan tim-tim antikorupsi yang terbentuk sebelumnya, kehadiran KPK selain dikuatkan dalam bentuk UU, kewenangan KPK pun dinilai super.
Mengacu pada pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK memiliki kewenangan yang juga dapat dilakukan oleh pihak penyidik, yaitu diantaranya, menyadap dan merekam pembicaraan, memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri, meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait, meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. Dan sebagai sebuah lembaga yang memiliki kewenangan super, KPK sebenarnya punya senjata untuk memangkas jalur birokrasi untuk mengusut pejabat negara yang diduga ‘makan uang haram’ itu. Dalam pasal 12 huruf e Undang-undang No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK mempunyai kewenangan untuk memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka korupsi agar tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya.
Kewenangan luar biasa KPK itu berdasar hukum kuat dalam UU No 30 Tahun 2002 (Pasal 12 huruf a sampai h). Dasar ini tidak dimiliki kepolisian maupun kejaksaan sehingga bisa melakukan penyadapan, merekam pembicaraan, atau meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka. KPK juga dapat memeriksa penyelenggara negara tanpa izin Presiden atau atasan tersangka.

Tujuan dan Manfaat
Dengan mengikuti workshop ini diharapkan peserta memahami :
·         Hal mana yang bisa dilakukan oleh KPK dalam kaitan dengan upaya melakukan tugasnya. Tinjauan dari sudut hukum
·         Perbedaan antara ”menjebak” atau ”penjebakan” dan ”tertangkap tangan”. 
·         Pelaksanaan tugas BPK dalam kaitan tugas auditnya khususnya tugas audit investigatif. Serta dihubungkan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menjadi masukan KPK untuk menindak-lanjuti dengan pengusutan tindak pidana korupsi.
·         Seluk beluk audit  investigatif, pembuktian dan “penjebakan”, pelaporan , tindak lanjut.
·         Memahami problematik pelaksanaan Kerja KPK Berdasar UU No. 30 tahun 2002 , terutama tentang Kewenangannya Yang Luas


Waktu Pelaksanaan
Workshop 2 (dua) hari akan kami selenggarakan pada :
Hari           : Kamis dan Jumat
Tanggal     : 14 dan 15 Juni 2012
Pukul         : 09.00 – 16.00 WIB
Tempat      :
Hotel Red Top, Jl. Pecenongan
Jakarta Pusat  

Peserta
·         BUMN, BUMD, BUMS dan Perusahaan go public
·         Bank BUMN, Bank Pembangunan Daerah dan Bank Swasta
  1. Dekom dan komite-komite dibawahnya (Komite Audit, Komite Pemantau Risiko)
  1. Para auditor intern, Para pejabat pada Risk Management  dan Compliance
  2. Corporate Secretary
  3. Legal Departement/Bagian Hukum
  4. Para Manajer, terutama pada tempat-tempat yang rawan kecurangan, dalam berbagai kegiatan perusahaan yang dituntut selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan.
·         DPRD : Pimpinan, Anggota, Sekwan
·         Pemda

Jadwal Acara

Kamis,     Juni 2012
08.30 – 08.45
Register Peserta
08.45 – 09.00
Pembukaan Oleh Chairman Prima Consulting
Sesi 1
09.00 – 10.30
Aplikasi Audit Investigatif : Antara Menjebak & Tertangkap Tangan

Khairiansyah Salman, SE
Investigative Audit Specialist
Staf Ahli BPK RI

10.30 – 10.45
Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15
Aplikasi Audit Investigatif : Antara Menjebak & Tertangkap Tangan

Lanjutan ……..
Khairiansyah Salman, SE
Investigative Audit Specialist
Staf Ahli BPK RI

12.15 -13.15
Lunch
Sesi 3
13.15 – 15.00
“Penjebakan” (Entrapment) Dan Tertangkap Tangan” (Redhanded) Dalam Kaitan Tugas KPK : Tinjauan dari Aspek Hukum

Joseph Suardi Sabda, SH.,LLM
·         Mantan Direktur pada Kejaksaaan Agung RI
·         Pengacara Negara

 Jumat,    Juni 2012
Sesi 1
08.30 – 10.30
Proses Laporan Hasil Pemeriksaan  BPK yang Kemudian Menjadi Kasus Hukum di KPK

DR. Cris Kuntadi, SE., Akt . MM
BPK RI
10.30 – 10.45
Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15
Proses Laporan Hasil Pemeriksaan  BPK yang Kemudian Menjadi Kasus Hukum di KPK

Lanjutan...
DR. Cris Kuntadi, SE., Akt . MM
BPK RI
12.15 -13.15
Lunch

Segala informasi tentang Workshop dapat melalui Contact Person: Rahma Hp. No :08159927946 
PRIMA CONSULTING GROUP : 
Jl. Burung Gereja SH No. 16 Bintaro Jaya Sekt 2, Jaksel 15412
E-mail: consulting.prima@yahoo.com , www.primaconsultinggroup.blogspot.com
Telepon & Fax : 021 - 7351946