Thursday, November 26, 2009

TRAINING PENYELESAIAN KREDIT SECARA EFEKTIF (TANPA PERLU KE PENGADILAN)

Latar Belakang
Di dalam industri perbankan di Indonesia kegiatan dibidang kredit masih sangat dominan menentukan kelangsungan hidup bank yang bersangkutan. Lebih dari 70% keuntungan bank diperoleh berasal dari penghasilan bunga atau bagi hasil atas kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada debitur atau pengguna pembiayaan. Oleh karena itu performance dari sebuah bank berbanding lurus dengan performance loan dari bank yang bersangkutan.

Performance loan, sangat ditentukan bagaimana proses pemberian kredit atau pembiayaan kepada nasabah. Dalam memproses pemberian kredit atau pembiayaan, mengawasi penggunaannya sampai kepada penyelesaiannya berbagai aspek sangat menentukan, seperti aspek financial, marketing, manajemen, hukum dll. Kegagalan kredit yang berakibat meningkatnya Non Performance Loan (NPL) sangat perlu dicegah, mengingat kesulitan yang terjadi bagi bank bisa mengganggu tingkat kesehatannya. Upaya penyelesaian kredit dalam kategori NPL tersebut sangatlah menyita waktu, tenaga dan biaya.
Penyelesaian kredit seperti ini bisa menggunakan berbagai pendekatan, upaya pendekatan secara legal, dengan menggunakan forum pengadilan, biasanya merupakan upaya akhir dari bank. Upaya pendekatan secara legal, umumnya diupayakan untuk tidak dilakukan, sepanjang nasabahnya beritikad baik untuk menyelesaikannya. Banyak langkah bank yang bisa dilakukan dalam upaya membangun penyelesaian kredit bermasalah ini, baik melakukan perpanjangan kredit, rescheduling, restruckturing dsb.
Dalam workshop ini akan dibahas penyelesaian kredit secara efektif, tanpa perlu ke pengadilan, serta bagaimana cara melaksanakannya secara efektif. Dalam workshop ini akan dibahas langkah-langkah apa yang sebaiknya ditempuh agar kedua belah pihak dalam penyelesaian kredit bermasalah mendapatkan suatu penyelesaian yang menguntungkan.

Materi
• Pengertian kredit bermasalah mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia
• Konsep early warning system dan penanganan debitur watch list
• Penetapan strategi penanganan kredit bermasalah
• Skema-skema untuk penyehatan kredit
• Pemahaman penyelesaian kredit
• Penggunaan EBITDA dan Analisa Cash Flow sebagai alat ukur kemampuan finansial perusahaan debitur untuk penentuan strategi yang dapat digunakan oleh bank.


Tujuan dan Manfaat

Setelah mengikuti workshop ini diharapkan peserta memahami, Pengertian kredit bermasalah mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia, Konsep early warning system dan penanganan debitur watch list, Penetapan strategi penanganan kredit bermasalah, Skema-skema untuk penyehatan kredit, Pemahaman penyelesaian kredit, Penggunaan EBITDA dan Analisa Cash Flow sebagai alat ukur kemampuan finansial perusahaan debitur untuk penentuan strategi yang dapat digunakan oleh bank, Peserta dapat menyelesaikan permasalahan dengan nasabah non performance loan, tanpa melalui pengadilan, agar bank terhindarkan dari kerugian.


Waktu Pelaksanaan
2 (dua) hari kerja, dari pukul 09.00 – 16.00 WIB


Peserta
Credit Officer, Recovery Credit, Internal Audit, Loan Admin, Kepala Cabang, Unit kerja terkait dan Peminat Lainnya

Metode Workshop

Pembahasan konsep, studi kasus, diskusi antar peserta, serta simulasi yang dipandu instruktur.

Pembicara / Fasilitator
Pelatihan ini difasilitasi oleh Instruktur/Fasilitator yang berpengalaman dibidang Restrukturisasi Kredit yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia.


Penyelenggara
PRIMA CONSULTING GROUP

Jl. Kerinci VIII / 1B Singgalang Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Phone & Fax : (021) 72797407
E-mail : primaaut@cbn.net.id
Blog : www.primaconsultinggroup.blogspot.com

Segala informasi tentang Workshop dapat melalui :
Sdri. Rahma Hp.No: 08159927946 atau Sdri.Upik, Hp.No: 087887129954

Jadwal Acara

Hari Pertama
Sesi 1
Pengertian Kredit Bermasalah Mengacu Kepada Peraturan Bank Indonesia

Sesi 2
Konsep Early Warning System Dan Penanganan Debitur Watch List

Sesi 3
Penetapan Strategi Penanganan Kredit Bermasalah

Hari Kedua
Sesi 1
Skema-Skema Untuk Penyehatan Kredit

Sesi 2

Pemahaman Penyelesaian Kredit

Sesi 3 Penggunaan EBITDA Dan Analisa Cash Flow Sebagai Alat Ukur Kemampuan Finansial Perusahaan Debitur Untuk Penentuan Strategi Yang Dapat Digunakan Oleh Bank.

TRAINING RISK & CONTROL IN CREDIT PROCESS

Latar Belakang

Di dalam industri perbankan di Indonesia kegiatan dibidang kredit masih sangat dominan menentukan kelangsungan hidup bank yang bersangkutan. Lebih dari 70% keuntungan bank diperoleh berasal dari penghasilan bunga atau bagi hasil atas kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada debitur atau pengguna pembiayaan. Oleh karena itu performance dari sebuah bank berbanding lurus dengan performance loan dari bank yang bersangkutan.

Performance loan, sangat ditentukan bagaimana proses pemberian kredit atau pembiayaan kepada nasabah. Dalam memproses pemberian kredit atau pembiayaan, mengawasi penggunaannya sampai kepada penyelesaiannya berbagai aspek sangat menentukan, seperti aspek financial, marketing, manajemen, hukum dll. Kegagalan kredit yang berakibat meningkatnya Non Performance Loan (NPL) sangat perlu dicegah, mengingat kesulitan yang terjadi bagi bank bisa mengganggu tingkat kesehatannya.
Salah satu upaya dini yang perlu dilakukan oleh Manajemen Bank dalam rangka memastikan bahwa proses perkreditan yang dijalankan telah memperhatikan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan resiko-resiko yang mungkin terjadi adalah dengan memberikan pemahaman resiko dan control kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses pencairan kredit tersebut.
Training ” RISK & CONTROL IN CREDIT PROCESS” akan memberikan gambaran penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dalam proses perkreditan, sehingga diharapkan seluruh pihak yang terkait dalam proses perkreditan akan memperhatikan resiko dalam setiap aktifitas yang dijalankannya.

Materi
• Resiko Operasional dan Proses Perkreditan
• Titik Kritis Proses Pemberian Kredit
• Risk & Control dalam Analisa Kredit
• Risk & Control dalam Penilaian Jaminan
• Risk & Control dalam Pengikatan Kredit
• Risk & Control dalam Pengikatan Jaminan
• Risk & Control dalam Aspek Operasional Perkreditan


Tujuan dan Manfaat
Setelah mengikuti workshop ini diharapkan peserta memahami resiko-resiko daalm proses perkreditan dan menerapkan fungsi control yang memadai dalam setiap aktifitas perkreditan yang dijalankannya


Waktu Pelaksanaan
2 (dua) hari kerja, dari pukul 08.00 – 17.00 WIB

Peserta
Kepala Cabang , Credit Officer, Analis Kredit, Penilai Jaminan, Legal, Unit kerja terkait dan Peminat Lainnya


Metode Workshop
Pembahasan konsep, studi kasus, diskusi antar peserta, serta simulasi yang dipandu instruktur.

Pembicara / Fasilitator
Pelatihan ini difasilitasi oleh Instruktur/Fasilitator yang berpengalaman dibidang Restrukturisasi Kredit yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia.


Penyelenggara
PRIMA CONSULTING GROUP
Jl. Kerinci VIII / 1B Singgalang Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Phone & Fax : (021) 72797407
E-mail : primaaut@cbn.net.id
Blog : www.primaconsultinggroup.blogspot.com


Jadwal Acara

Hari Pertama
Sesi 1
Resiko Operasional dan Proses Perkreditan
Sesi 2
Titik Kritis Proses Pemberian Kredit

Sesi 3
Risk & Control dalam Analisa Kredit

Sesi 4 Risk & Control dalam Penilaian Jaminan

Hari Kedua
Sesi 1
Risk & Control dalam Pengikatan Kredit

Sesi 2
Risk & Control dalam Pengikatan Jaminan

Sesi 3 Risk & Control dalam Aspek Operasional Perkreditan

TRAINING TEKNIK PEMERIKSAAN KREDIT YANG EFEKTIF

Latar Belakang

Di dalam industri perbankan di Indonesia kegiatan dibidang kredit masih sangat dominan menentukan kelangsungan hidup bank yang bersangkutan. Lebih dari 70% keuntungan bank diperoleh berasal dari penghasilan bunga atau bagi hasil atas kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada debitur atau pengguna pembiayaan. Oleh karena itu performance dari sebuah bank berbanding lurus dengan performance loan dari bank yang bersangkutan.

Performance loan, sangat ditentukan bagaimana proses pemberian kredit atau pembiayaan kepada nasabah. Dalam memproses pemberian kredit atau pembiayaan, mengawasi penggunaannya sampai kepada penyelesaiannya berbagai aspek sangat menentukan, seperti aspek financial, marketing, manajemen, hukum dll. Kegagalan kredit yang berakibat meningkatnya Non Performance Loan (NPL) sangat perlu dicegah, mengingat kesulitan yang terjadi bagi bank bisa mengganggu tingkat kesehatannya.
Salah satu upaya dini yang perlu dilakukan oleh Manajemen Bank dalam rangka memastikan bahwa proses perkreditan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menerapkan prinsip kehati-hatian adalah denagn melakukan pemeriksaan terhadap dokumen perkeditan. Selain itu, hasil pemeriksaan pun dapat digunakan sebagai informasi kepada manejemen Bank sampai sejauh mana aspek pengendalian internal telah diimplementasikan dalam proses perkreditan, sehingga manajemen dapat mengambil langkah preventif dan korektf atas kelemahan yang ada.
Namun demikian, hasil pemeriksaan yang tidak akurat dan tidak komprehensif hasilnya justru akan kontra produktif dengan apa yang diinginkan oleh manajemen. Selain tidak efektif dan efisiennya biaya pemeriksaan, tentunya langkah mitigasi yang diambil oleh manajemen tidaklah tepat.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang menyeluruh bagi pemeriksa dari mulai penentuan obyek pemeriksaan, penentuan sampling, teknik pemeriksaan, teknik perlaporan dan monitoring tindak lanjut hasil pemeriksaannya.

Materi
• Teknik dan Perangkat Pemeriksaan Perkreditan
• Titik Kritis Proses Pemberian Kredit
• Teknik Pemeriksaan Aspek Teknis – Analisa Kredit
• Teknik Pemeriksaan Aspek Teknis – Penilaian Jaminan
• Teknik Pemeriksaan Aspek Legal – Pengikatan Kredit
• Teknik Pemeriksaan Aspek Legal - Pengikatan Jaminan
• Teknik Pemeriksaan Aspek Operasional
• Teknik Pelaporan dan Monitoring

Tujuan dan Manfaat
Setelah mengikuti workshop ini diharapkan peserta memahami dan menerapkan teknik pemeriksaan kredit secara menyeluruh sebagai penerapan konsep early warning system.


Waktu Pelaksanaan
2 (dua) hari kerja, dari pukul 09.00 – 16.00 WIB

Peserta
Internal Audit, Internal Control, Risk Management, Compliance, Supervisi Kredit, Unit kerja terkait dan peminat Lainnya


Metode Workshop
Pembahasan konsep, studi kasus, diskusi antar peserta, serta simulasi yang dipandu instruktur.

Pembicara / Fasilitator
Pelatihan ini difasilitasi oleh Instruktur/Fasilitator yang berpengalaman dibidang Restrukturisasi Kredit yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia.


Penyelenggara
PRIMA CONSULTING GROUP
Jl. Kerinci VIII / 1B Singgalang Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Phone & Fax : (021) 72797407
E-mail : primaaut@cbn.net.id
Blog : www.primaconsultinggroup.blogspot.com


















Jadwal Acara

Hari Pertama
Sesi 1
Teknik dan Perangkat Pemeriksaan Perkreditan
Sesi 2
Titik Kritis Proses Pemberian Kredit

Sesi 3
Teknik Pemeriksaan Aspek Teknis – Analisa Kredit

Sesi 4 Teknik Pemeriksaan Aspek Teknis – Penilaian Jaminan

Hari Kedua
Sesi 1
Teknik Pemeriksaan Aspek Teknis – Penilaian Jaminan

Sesi 2
Teknik Pemeriksaan Aspek Legal – Pengikatan Kredit

Sesi 3 Teknik Pemeriksaan Aspek Legal - Pengikatan Jaminan

Sesi 3 Teknik Pemeriksaan Aspek Operasional, Pelaporan dan Monitoring

Friday, November 13, 2009

FRAUD (KECURANGAN) : APA DAN MENGAPA?

FRAUD (KECURANGAN) : APA DAN MENGAPA?

http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/Fraud%28kecurangan%29.pdf

I. Pendahuluan
Kita sering mendengar maupun membaca artikel dan berita mengenai adanya
indikasi fraud atau kecurangan/penyimpangan pada suatu perusahaan atau instansi
pemerintah yang dilakukan oleh karyawan/pegawainya. Maraknya berita mengenai
investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di dalam perusahaan dan juga
pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar bahwa kita
harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat
ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih
lagi terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan
perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.
Upaya penegakan hukum terhadap tindakan fraud selama ini kurang
membawa hasil. Tindakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan.
Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan
nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu organisasi, nilai etika dan moral
perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi
sebagai kode etik dan kelengkapannya.
Fraud (kecurangan) itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar
organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau
kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali
mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan
korupsi.

II. Permasalahan
1. Apakah yang dimaksud dengan Fraud (kecurangan)?
2. Apakah unsur-unsur dan klasifikasi dari fraud tersebut?
3. Bagaimana gejala dan pelakunya?
4. Bagaimana pula hubungan fraud dengan korupsi?
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 2

III. Pemecahan
Pengertian Fraud (Kecurangan)
Definisi Fraud (Ing) menurut Black Law Dictionary adalah :
1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce
another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the
conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without
belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing
misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to
induce another to act to his or her detriment.
Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah :
1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang
disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk
melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan
namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan
merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang
secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat
dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu
kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah
(salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa
perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang
merugikannya.
Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai
kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld) : menggelapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer. Sedangkan dalam Wikipedia
(en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud sebagai berikut:
a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In
criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to
damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be
accomplished through the aid of forged objects. In the criminal law of common law
jurisdictions it may be called "theft by deception," "larceny by trick," "larceny by fraud
and deception" or something similar.
Yang diterjemahkan (tidak resmi) sebagai berikut:
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi
atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau
pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan
mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan
dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat mahir melalui pemalsuan terhadap
barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum disebut dengan “pencurian dengan
penipuan”, “pencurian dengan tipu daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan
penipuan” atau hal serupa lainnya.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 3
Ada pula yang mendefinisikan Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu,
menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah
merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak
wajar untuk kepentingan dirinya. Dengan demikian perbuatan yang dilakukannya
adalah untuk menyembunyikan, menutupi atau dengan cara tidak jujur lainnya
melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibidang keuangan atau
keuntungan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban bagi dirinya dan mengabaikan
hak orang lain1.
Unsur-unsur Fraud (Kecurangan)
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (Kecurangan) di atas, maka
tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas
dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsurunsur
dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada
maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
􀂾 Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
􀂾 dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
􀂾 fakta bersifat material (material fact);
􀂾 dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
􀂾 dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
􀂾 Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut
(misrepresentation);
􀂾 yang merugikannya (detriment).
Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Klasifikasi Fraud (Kecurangan)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan
mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree”
yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan
(Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan bagan sebagai
berikut :
1 Bambang Suhermadi; “Management Fraud”; diunduh dari http://internal.dsuc.co.id/management-fraud,
Submitted by Bambang Suhermadi on Fri, 2006-09-29 08:09.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 4
Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE
membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation);
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined
value).
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 5
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh
keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption).
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi
karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion).
Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini
jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian
khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis
fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih2.
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari
beberapa sisi3, yaitu :
1. Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks,
lebih mudah untuk ditemukan);
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan
akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books);
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi
melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian
uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off
(fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).
2. Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang,
tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya
bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku
2 Viraguna Bagoes Oka; Deputi Direktur Pengawasan Bank Bank Indonesia; “Bank Fraud, Apa dan Mengapa Masih
Terjadi”; diunduh dari KCM (Kompas Cyber Media) Kamis, 14 Oktober 2004, http://64.203.71.11/kompascetak/
0410/14/ekonomi/1325243.htm
3 Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA; “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”; diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 6
setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu
kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang
menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja.
Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya,
cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus
melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai
diberikan perintah untuk menghentikannya.
3. Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak
terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan
terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona
fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam
pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya
kecurangan.
4. Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orangorang
yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan
aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank,
dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim
asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin
hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga
yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari
kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang
telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)4
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
􀂾 Greed (keserakahan)
􀂾 Opportunity (kesempatan)
􀂾 Need (kebutuhan)
􀂾 Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity
dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai
korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
4 Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA; “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”; diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 7
1. Faktor generik
􀂾 Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada
kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk
melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada
yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum
manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih
besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;
􀂾 Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh
pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya
dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
2. Faktor individu
Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:
􀂾 Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut
adalah:
􀂃 Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan
melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan);
􀂃 Aturan perilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya
organisasi/perusahaan;
􀂃 Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan
aturan perilaku yang ditetapkan organisasi/perusahaan;
􀂃 Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang
bermoral tidak baik.
􀂾 Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih
cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan
pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
Beberapa kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:
􀂃 Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan, misalnya:
memperlakukan pegawai secara tidak wajar, berkomunikasi secara
tertutup, dan tidak adanya mekanisme untuk menyampaikan setiap
keluhan;
􀂃 Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan, yang tidak wajar sehingga
karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil;
􀂃 Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai, untuk mengetahui masalah
secara dini;
􀂃 Proses penerimaan karyawan yang tidak fair;
􀂃 Kecerobohan atau tidak hati-hati, mengingat motivasi seseorang tidak
dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk motivasi tersebut tidak
dapat disembunyikan.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 8
Gejala Adanya Fraud
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu,
perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun
gejala tersebut adalah :
1. Gejala kecurangan pada manajemen
􀂾 Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;
􀂾 Moral dan motivasi karyawan rendah;
􀂾 Departemen akuntansi kekurangan staf;
􀂾 Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas;
􀂾 Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
􀂾 Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;
􀂾 Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu
yang lama;
􀂾 Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;
􀂾 Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
􀂾 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung;
􀂾 Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;
􀂾 Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
􀂾 Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran;
􀂾 Kekurangan barang yang diterima;
􀂾 Kemahalan harga barang yang dibeli;
􀂾 Faktur ganda;
􀂾 Penggantian mutu barang.
Pelaku dari Fraud
Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan
biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial
reporting). Sedangkan Karyawan/Pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk
keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva
(misstatements arising from misappropriation of assets).
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan
ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena
kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities
(ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan
manajemen (management fraud), misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau
pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan
sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau
sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau
informasi penting dari laporan keuangan.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 9
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan
(employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi
penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan
aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan
dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal
perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini
adalah :
• Penggelapan terhadap penerimaan kas;
• Pencurian aktiva perusahaan;
• Mark-up harga;
• Transaksi “tidak resmi”.
Perilaku Pelaku Fraud
Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi
perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang
tersebut, yaitu:
• Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya,
gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal;
• Gaya hidup di atas rata-rata;
• Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja;
• Penjudi berat;
• Peminum berat;
• Sedang dililit utang;
• Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities)
dianggap tidak material ketika ditemukan;
• Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja
sendiri.
Fraud dan Korupsi
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Fraud merupakan penipuan yang
dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain atau
suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak
wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja.
Sedangkan korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.
Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa
latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 (KBBI) korupsi berarti busuk;
palsu; atau suap. Dalam Kamus Hukum, korupsi adalah buruk; rusak; suka
menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara;
menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat
seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 10
The Lexicon Webster Dictionary, 1978 memberikan pengertian korupsi sebagai
kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan melawan hukum;
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan dalam jabatan;
• pemerasan dalam jabatan;
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan
permasalahan yang bersifat antar negara (transnasional) yang juga mempengaruhi
masyarakat dan perekonomian global, sehingga kerja sama internasional untuk
penegakan dan pemberantasannya yang didukung oleh integritas, akuntabilitas, dan
manajemen pemerintahan yang baik disetiap negara sangat diperlukan. Peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi,
saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN, UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan
UU No. 7 Tahun 2006.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi
adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
3. Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20
Tahun 2001).
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 11
4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili; atau. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara
dalam keadaan perang
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang.
e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan keselamatan
negara dalam keadaan perang.
6. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001).
7. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001).
8. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja (Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001):
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 12
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
9. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolaholah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 13
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
11. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001).
12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999).
13. Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas
menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut
sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang
ini (Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999).
Kemudian berdasarkan United Nation Convention Againts Corruption
(UNCAC) telah diratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006, Pengertian Korupsi
diperluas lagi dengan :
1. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik/swasta,
permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik/swasta/internasional, secara
langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk pejabat itu
sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabat itu bertindak atau
berhenti bertindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk
memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
2. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat
publik/swasta/internasional.
3. Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah.
Terkait dengan Fraud Tree atau yang dikenal dengan Uniform Occupational
Fraud Classification System, Korupsi merupakan salah satu tipologi dari Fraud.
Sehingga dapat dianalogikan bahwa Fraud mempunyai lingkup yang lebih luas
daripada korupsi (walaupun pengertian dan lingkup korupsi saat ini berdasarkan
UNCAC semakin diperluas), dan dilihat dari sudut pandang secara umum Fraud
merupakan induk dari korupsi. Oleh karenanya, terdapat hubungan erat antara Fraud
dengan Korupsi, yaitu sebagai berikut :
1. Merupakan suatu perbuatan yang disengaja;
2. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi;
3. Merugikan pihak lain;
4. Menimbulkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.
Namun, hal yang mendasar adalah perbuatan Fraud tidak serta merta harus
memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, sedangkan korupsi atau tindak pidana
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 14
korupsi harus memenuhi salah satu unsur yaitu merupakan perbuatan melawan
hukum, yang harus dibuktikan di muka pengadilan.
IV. Penutup
1. Fraud (kecurangan) mempunyai pengertian atau definisi yang luas dan
bermacam-macam, namun pada prinsipnya adalah sama yaitu suatu tindakan
atau perbuatan yang dengan maksud disengaja dan menggunakan sumber daya
organisasi/perusahaan secara tidak wajar untuk memperoleh keuntungan pribadi
sehingga merugikan pihak organisasi/perusahaan yang bersangkutan ataupun
pihak lain.
2. Unsur-unsur Fraud antara lain terdapatnya salah pernyataan (misrepresentation);
dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present); fakta bersifat material
(material fact); dilakukan secara sengaja (make-knowingly or recklessly); dan
merugikan (detriment). Selain itu, Fraud diklasifikasikan dalam 3 (tiga) tipologi
yaitu penyimpangan atas asset (asset misappropriation); pernyataan palsu atau
salah pernyataan (fraudulent statement); dan Korupsi (Corruption).
3. Gejala Fraud terbagi atas gejala pada manajemen dan gejala pada
karyawan/pegawai. Pelaku kecurangan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan
kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul
karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent
financial reporting). Sedangkan Karyawan/Pegawai melakukan kecurangan
bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
4. Korupsi merupakan salah satu tipologi dari Fraud, sehingga tidaklah salah apabila
dikatakan bahwa Fraud mempunyai lingkup yang lebih luas daripada korupsi, dan
Fraud merupakan induk dari korupsi. Yang jelas adalah perbuatan Fraud tidak
perlu memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sudah dapat dikatakan Fraud
bila memenuhi unsur-unsur fraud, sedangkan korupsi atau tindak pidana korupsi
harus memenuhi salah satu unsur yaitu merupakan perbuatan melawan hukum.
Referensi :
1. Black Law Dictionary, Second Edition;
2. Wikipedia (en.wikipedia.org);
3. Kamus Hukum (Edisi Lengkap);
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana;
5. United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) - telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun
2006;
6. Amrizal, SE, Ak. MM, CFE., “Membangun Kultur Dan Etika Internal Organisasi Yang Anti Kecurangan”,
BPKP, 2004;
7. Manual Investigation, Association of Certified Fraud Examiners, 2000;
8. Amrizal, SE, Ak. MM, CFE., “Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor”, BPKP,
2004;
9. Riduan Simanjuntak, Ak., MBA, CISA, CIA., “Kecurangan: Pengertian dan Pencegahan”, diunduh dari
www.asei.co.id/internal/docs/Asei-Kecurangan.doc; tanggal 14 Oktober 2008;
10. Bambang Suhermadi, “Management Fraud”, diunduh dari http://internal.dsuc.co.id/managementfraud,
Submitted by Bambang Suhermadi on Fri, 2006-09-29 08:09.
Sie Infokum – Ditama Binbangkum 15
11. Viraguna Bagoes Oka, Deputi

Monday, November 2, 2009

SEMINAR 2 HARI INDONESIA ECONOMIC OUTLOOK 2010 : PERMASALAHAN HUKUM & STABILITAS SOSIAL POLITIK, MAKRO EKONOMI, MONETER & PERBANKAN

Latar Belakang

Suatu badan usaha selalu hidup di dalam lingkungan yang berubah. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan ekonomi, hukum dan social politik. Makin besar suatu perusahaan, lingkungan tersebut makin terasa semakin mempengaruhi pelaksanaan pencapaian tujuan perusahaan, dan mungkin juga malahan mempengaruhi tujuan perusahan itu sendiri.

Ada ketentuan di dalam PBI No.6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 bahwa Bank harus mempunyai business plan. Seperti diketahui business plan tersebut juga harus memperhitungkan faktor luar (external factors) dan faktor intern (internal factors).
Menjelang pergantian tahun, para eksekutif bank perlu mengetahui external factors seperti yang diuraikan diatas. Pengetahuan tersebut perlu bagi pembuatan business plan ataupun corplan (corporate planning), maupun langkah langkah yang perlu diperhatikan didalam menghadapi pelaksanaan pencapaian tujuan perusahaan didalam tahun berikutnya dalam hal ini tahun 2010.

Seminar 2 hari tersebut akan membahas :
1. Prospek kabinet presidentiil SBY periode 2009 – 2010, akankah ada perbaikan dibidang hukum dan kestabilan sosial politik sebagai landasan bagi pertumbuhan ekonomi ?
2. Bagaimana perkembangan krisis ekonomi global saat ini dan bagaimana untuk tahun 2010, seberapa jauh ada perbaikan, indikasinya apa dan dimana saja?
3. Seberapa jauh perbaikan keadaan krisis ekonomi global, kalau sudah terlihat ada perbaikan, pengaruhnya terhadap ekonomi nasional kita , yang secara relatif tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi global tersebut. Bagaimana perkembangan sektor fiskal dan moneter kita? Bagaimana trend indikasi sbb : cadangan devisa, export-import, kurs rupiah, hutang luar negeri, tekanan prioritas APBN, indeks saham gabungan, dsb.
4. Seberapa besar peluang sektor riel terutama UKM sebagai target market perbankan nasional.
5. Seberapa jauh aspek makro ekonomi dan moneter mempengaruhi perbankan nasional, bagaimana keadaan perbankan nasional saat ini dan bagaimana perkiraan perkembangan untuk tahun 2010.

Faktor faktor 1 s/d 5 diatas akan dibahas didalam seminar 2 hari ini dengan pembicara pembicara yang kompeten dibidangnya masing masing.

Tujuan

Agar peserta seminar mengetahui perkembangan pelaksanaan hukum dan sosial politik, masalah krisis global dan hubungannya dengan perekonomian Indonesia, perkembangan sektor moneter dan perbankan serta sektor riel terutama UKM. Hal tersebut dapat digunakan sebagai Business Plan 2010 ataupun sebagai bahan pertimbangan didalam kebijaksanaan perusahaan.

Peserta

• Dewan Komisaris
• Direksi
• Divisi Perencanaan & Pengembangan
• Divisi Treasury
• Divisi Kredit
• Pimpinan Wilayah/ Cabang

Waktu Pelaksanaan

Rencana penyelenggaraan Seminar tersebut adalah sebagai berikut :
Hari : Selasa & Rabu
Tanggal : 24 & 25 November 2009
Pukul : 08.30 - selesai
Tempat : Hotel RedTop
Jl. Pecenongan No. 72 , Jakarta Pusat

Jadwal Acara

Selasa, 24 November 2009
Sesi 1
09.00 – 10.30
Kabinet Baru SBY : Pelaksanaan hukum dan kestabilan sosial politik, sebagai modal untuk perkembangan ekonomi, oleh : Prof. Hikmahanto Juwana, SH, MA,Ph.D - Fak Hukum Univ. Indonesia, Pengamat Hukum dan Sosial Politik
10.30– 10.45 Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15
Recovery Ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2010, oleh : DR. Cyrillus Harinowo - Komisaris Bank BCA, Pengamat Ekonomi
12.15 – 13.15 Lunch
Sesi 3
13.15 – 14.45
Prospek UKM untuk tahun 2010, oleh : DR. Chairul Djamhari - Deputy Menteri Koperasi dan UKM
14.45 – 15.00 Coffee Break

Rabu, 25 November 2009
Sesi 1
09.00 – 10.30
Trend Perbankan Tahun 2010 : Penglihatan dari data empiris, oleh : Eko B. Supriyanto - Komisaris Bank Mutiara, Direktur Info Bank dan Wartawan Senior
10.30 – 10.45 Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15
Prospek Perbankan Nasional 2010 DR. Aviliani, oleh : Komisaris Bank BRI - Direktur INDEF dan Pengamat Ekonomi & Perbankan
12.15
Penutupan dilanjutkan makan siang


Segala informasi tentang Workshop dapat melalui :
Sdri. Rahma Hp.No: 08159927946 atau Sdri.Upik, Hp.No: 087887129954

WORKSHOP MEMAHAMI APLIKASI AUDIT INTERN BANK PADA BANK SYARIAH

Latar Balakang

Pertumbuhan bank syariah di Indonesia pada semester pertama, Januari-Juli 2009, dirasakan cukup signifikan. Berdasarkan data statistik perbankan syariah BI per Juli 2009, total aset perbankan syariah Rp 57,4 triliun. Total aset ini merupakan gabungan dari aset bank umum syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Berbagai macam tantangan yang dihadapi terutama masalah Sumber daya manusia (SDM) perbankan syariah yang masih sangat minim dalam kualitas maupun kuantitas. Berbagai tulisan di internet menyebutkan, dari segi kualitas, sebagian besar sumber daya manusia (SDM) perbankan syariah berasal dari perbankan konvensional atau fresh graduate yang dididik perbankan/keuangan/ekonomi syariah secara kilat melalui kursus jangka pendek. Oleh karenanya, SDM perbankan syariah masih mempunyai mental dan paradigma konvensional yang membuat perilaku mereka cenderung seperti perilaku seorang conventional bankers, bukan Islamic bankers.

Dari segi kuantitas, lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan sarjana ekonomi/keuangan Islam masih sangat minim (kalau tidak bisa disebut belum ada), sementara permintaan SDM perbankan syariah begitu tinggi dengan cepatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Dengan rencana peningkatan pangsa pasar perbankan syariah mencapai 5% di akhir tahun 2008 (dari 1.7% saat ini) akan membutuhkan tambahan SDM hampir tiga kali lipat. Dari mana mereka akan direkrut ?

Minimnya sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi di industri keuangan syariah, tidak menutup kemungkinan terjadinya "pembajakan" SDM antara bank-bank syariah. Apalagi ke depan arahnya akan ada banyak bank umum syariah baru, tentunya juga akan membutuhkan SDM yang kompeten di industri perbankan syariah.

Selain itu, masih tingginya tingkat rasio pembiayaan yang bermasalah (NPF) di bank syariah. Data statistik perbankan syariah BI menginformasikan kalau NPF bank syariah ada kenaikan kembali dari periode Juni-Juli 2009.

Ada gejala beberapa bank syariah berlomba membuka jaringan secara besar-besaran menimbulkan masalah. Melatih SDM baru perlu waktu cukup lama.

Situasi ini mirip booming perbankan konvensional beberapa dasawarsa yang lalu, yang akhirnya terbukti rentan dari sisi SDM. Beberapa ekses yang sangat mungkin terjadi akibat fenomena tersebut adalah praktik-praktik buruk, seperti manipulasi informasi, ’hadiah’ dalam rangka pencairan pembiayaan, merubah akad secara sepihak, atau bahkan memberikan pelayanan yang rendah mutunya. Sehingga berbagai ekses tersebut sudah pasti akan mengancam reputasi perbankan syariah secara keseluruhan. Dari sisi inilah kiprah sesungguhnya perbankan syariah akan terkuak. Masyarakat memang tidak begitu paham apa itu bank syariah, tapi harap diingat bahwa masyarakat tidak salah bila berharap bahwa munculnya bank syariah akan memberikan berbagai solusi atas dampak negatif bank konvensional.

Pada masyarakat telah tertanam persepsi bahwa bank syariah pasti berbeda (walaupun tentu ada juga persamaannya), bahkan lebih tinggi kualitas moral, etika dan sistem bisnisnya dibanding bank konvensional. Bila ternyata yang ditemui-rasa-kan sama saja, bahkan lebih buruk dari bank konvensional maka betapa bodohnya perbankan syariah yang telah menyia-nyiakan kepercayaan para stakehodernya dan tidak bersyukur atas ‘kelapangan’ yang telah dianugrahkan Allah SWT.

Akibat dari perkembangan yang seperti itu, maka perlunya untuk mengaplikasikan internal audit yang baik nampaknya merupakan suatu kebutuhan yang pasti pula. Selama ini fokus dari pengelolaan bank syariah lebih menonjol pada upaya mendongkrak pertumbuhan. Seharusnya pertumbuhan ini disertai dengan meningkatnya peran internal control system dan pelaksanaan audit intern yang serasi. Sehingga pertumbuhan tersebut akan berjalan seiring dengan kesehatannya serta risiko yang terkendali. Hal ini sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia No.1/6/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance
Director) dan Penetapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum (SPFAIB).

Tujuan & Manfaat

Dari workshop ini diharapkan peserta dapat memahami aplikasi pengawasan syariah terhadap operasional bank syariah. Selanjutnya memahami aplikasi audit intrern dengan menggunakan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) yang mencakup, Kebijakan, Misi, Independensi, Wewenang, Kedudukan dan Tanggung jawab serta Ruang Lingkup Pekerjaan SPI. Internal Audit Charter, Profesionalisme, Kode Etik dan Kemampuan Komunikasi Internal Auditor, Organisasi dan manajemen SKAI, Panduan Audit Intern, Program Pengembangan Internal Auditor, Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan dan Pelaporan Audit dan Pemantauan Tindak lanjut Hasil Audit, Pengendalian Mutu Audit dan , Dokumentasi Mutu Audit.

Secara lebih spesifik akan dibahas pelaksanaan audit terhadap produk-produk utama bank syariah dari sisi pendanaan maupun pembiayaan iB dengan memeperhatikan aspek fatwa, syariah maupun operasional perbankannya.

Dengan memahami topik bahasan tesebut para peserta diharapkan dapat memahami dan mampu melakukan pelaksanaan audit intern di banknya dengan baik. Disamping itu bagi peserta diharapkan dapat melakukan pengelolaan bank syariah secara baik dan mencegah terjerumusnya bank syariah kepada penyakit yang diderita bank-bank konvensional.

Metode Penyajian

Untuk menanamkan pemahaman dan penghayatan peserta demi efektivitas pelaksanaan pelatihan, penyajian materi kami sampaikan dengan cara :
• Pemaparan singkat konsep bahasan
• Diskusi interaktif dan diskusi antar peserta
• Simulasi dan role play

Peserta

Peserta yang diharapkan hadir dalam workshop ini adalah ;
• Dewan Komisaris/Komite Pemantau Audit & Komite Pemantau Risiko, Auditor
Intern Bank (SKAI), Internal Control, Compliance Division, Risk Management
• Para pejabat bank syariah di bidang operasional, marketing, front office
maupun back office yang seharusnya melakukan supervisi kepada lingkungan
kerjanya.
• Pejabat bank syariah dan bank yang sedang mempersiapkan diri menjadi bank
syariah.

Waktu Pelaksanaan

Hari : Jumat & Sabtu
Tanggal : 20 & 21 November 2009
Pukul : 09.00 – 16.30 WIB
Tempat : Hotel Millenium
Jl. Fakhrudin No. 3, Jakarta Pusat

Jadwal

Jumat, 20 November 2009
08.15 – 08.30
Pembukaan
08.30 – 10.00
Memahami Aspek Pengawasan Syariah dan Operasional Perbankan dalam Perbankan Syariah
Oleh : Zainul Arifin - Mantan Dirut Bank Muamalat, Dekom Bank Syariah Mandiri
10.00 – 10.15 Coffee Break
10.15 – 11.45
Memahami Aplikasi Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) dalam Perbankan Syariah, Oleh : Kasmadi Adrianto Komite Audit Bank BUMN Mantan Pejabat Bank Indonesia
11.45 – 13.30 Sholat Jumat / Lunch
13.30 – 15.00
Overview Tentang Operasional Perbankan Syariah Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional, apa bedanya serta implikasinya.Diuraikan kedudukan Fatwa, Akad, Operasionalnya, oleh : Teguh Budi Santoso & Awan Afianto - BSM
15.00 – 15.15 Coffee Break
15.15 – 16.45 Aspek Pengendalian Intern pada Operasional Perbankan Syariah, oleh : Teguh Budi Santoso & Awan Afianto - BSM

Sabtu, 21 November 2009
09.00 – 10.30
Pelaksanaan Audit Intern di Perbankan Syariah : Funding , oleh :Teguh Budi Santoso
& Awan Afianto - BSM
10.30 – 10.45 Break
10.45 – 12.15
Pelaksanaan Audit Intern di Perbankan Syariah : Lending
Dijelaskan pula ; Mekanisme Bagi Hasil & Studi Kasus, oleh : Teguh Budi Santoso & Awan Afianto - BSM


Segala informasi tentang Workshop dapat melalui :
Sdri. Rahma Hp.No: 08159927946 atau Sdri.Upik, Hp.No: 087887129954

PENINGKATAN EFFEKTIFITAS PENYUSUNAN BUSINESS PLAN BANK UMUM

Latar Belakang

Program dua hari ini memberikan pengetahuan kepada peserta mengenai business plan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Corporate Plan dalam rangka penyelenggaraan good corporate governance.

Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 memberikan pedoman pelaporan business plan bank-bank kepada Bank Indonesia.
Sesuai penjelasan peraturan BI diatas, formulasi , tanggung jawab implementasi dan pemantauan business plan berada pada masing-masing bank. Kegagalan implementasi business plan diukur dari adanya perbedaan yang signifikan antara business plan dan realisasinya.

Business plan merupakan dokumen tertulis yang berisi rincian aktivitas bank yang akan dilakukan dalam jangka pendek dan jangka menengah termasuk strategi-strategi untuk merealisasikan rencana-rencana bank berupa: (1) rencana peningkatan kinerja (performance) operasional bank, dan (2) rencana kepatuhan terhadap peraturan-peraturan kesehatan bank (prudential regulations).

Business plan merupakan alat yang digunakan untuk merealisasikan visi dan misi bank. Dengan demikian business plan harus diformulasikan sejalan dengan prinsip-prinsip sound banking dan memperhatikan perobahan-perobahan eksternal yang terjadi. Formulasi business plan harus realistis dan komprehensip serta mencerminkan kompleksitas operasi bank.

Tujuan

Workshop ini diberikan kepada pejabat-pejabat bank untuk lebih memahami business plan dan secara tidak langsung membantu pimpinan bank dalam mengkomunikasikan business plan yang harus diimplementasikan. Dengan demikian dapat memperkecil deviasi antara business plan dan realisasinya.

Peserta

Karena pelaksanaan business plan harus melibatkan semua pegawai bank terutama pada level managerial pada semua lini maka peserta workshop ini diarahkan pada pejabat-pejabat bank yang terlibat baik dalam pembuatan maupun implementasi dari business plan, namun terutama untuk Dewan Komisaris, Direksi, Divisi Kredit, Divisi Treasury, dan Divisi Perencanaan & Pengembangan.

Jadwal

Rabu, 11 November 2009
Sesi 1
09.00 – 10.30 Pembuatan Visi dan Misi dan Hirarki Strategi
oleh : Matrodji Mustafa, MBA, Ph.D. - Senior Consultant, Staf
Pengajar FE UI & Mantan Pejabat Bank BUMN
10.30 – 10.45 Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15 Analisa faktor-faktor external yang berpengaruh pada operasional dan
kinerja bank
Oleh : Matrodji Mustafa, MBA,Ph.D.
12.15 – 13.15 Lunch
Sesi 3
13.15 – 14.45 Review Peraturan BI tentang Business Plan
Oleh : Kalpin Sinaga, SE, Akt, MBA - Bank Indonesia
14.45 – 15.00 Coffee Break

Kamis , 12 November 2009
Sesi 1
09.00 – 10.30 Analisa statistik perkembangan perbankan di Indonesia dan perumusan
target operasional
Oleh : Matrodji Mustafa, MBA,Ph.D.
10.30 – 10.45 Coffee Break
Sesi 2
10.45 – 12.15 Perumusan rencana-rencana mempertahankan dan meningkatkan
kepatuhan bank
Oleh : Drs. Noor Ilham - Mantan Eksekutif & Komisaris Utama Bank
BUMN
12.15 – 13.15 Lunch
Sesi 3
13.15 – 14.45 Perumusan rencana-rencana mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan
bank. (Lanjutan)


Segala informasi tentang Workshop dapat melalui :
Sdri. Rahma Hp.No: 08159927946 atau Sdri.Upik, Hp.No: 087887129954